Minggu, 19 April 2020

Menjelaskan hukum-hukum i’tikaf.



(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْاِعْتِكَافِ

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum i’tikaf.

وَهُوَ لُغَةً الْإِقَامَةُ عَلَى الشَّيْئِ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ وَشَرْعًا إِقَامَةٌ بِمَسْجِدٍ بِصِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ

I’tikaf secara bahasa adalah menetapi sesuatu yang baik atau jelek. Dan secara syara’ adalah berdiam diri di masjid dengan sifat tertentu.

(وَالْاِعْتِكَافُ سُنَّةٌ مُسْتَحَبَّةٌ) فِيْ كُلِّ وَقْتٍ

I’tikaf hukumnya sunnah yang dianjurkan di setiap waktu.

وَهُوَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ أَفْضَلُ مِنْهُ فِيْ غَيْرِهِ لِأَجْلِ طَلَبِ لَيْلَةِ الْقَدَرِ

I’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon itu lebih utama daripada i’tikaf di selain hari tersebut, karena untuk mencari Lailatul Qadar.

وَهِيَ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مُنْحَصِرَةٌ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Menurut Imam Asy Syafi’i radliyallahu ‘anh, Lailatul Qadar hanya berada di sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon.

فَكُلُّ لَيْلَةٍ مِنْهُ مُحْتَمِلَةٌ لَهَا لَكِنْ لَيَالِي الْوِتْرِ أَرْجَاهَا

Setiap malam dari malam-malam tersebut mungkin terjadi Lailatul Qadar, akan tetapi di malam-malam yang ganjil itu lebih diharapkan.

وَأَرْجَى لَيَالِي الْوِتْرِ لَيْلَةُ الْحَادِيْ أَوِ الثَّالِثِ وَالْعِشْرِيْنَ

Malam-malam ganjil yang paling diharapkan adalah malam dua puluh satu atau dua puluh tiga.

(وَلَهُ) أَيْ لِلْاِعْتِكَافِ الْمَذْكُوْرِ (شَرْطَانِ)

I’tikaf yang telah dijelaskan di atas memiliki dua syarat.

أَحَدُهُمَا (النِّيَةُ) وَيَنْوِيْ فِي الْاِعْتِكَافِ الْمَنْذُوْرِ الْفَرْضِيَّةَ أَوِ النَّذْرَ

Salah satunya adalah niat. Di dalam i’tikaf nadzar, dia harus niat fardhu atau niat nadzar.

(وَ) الثَّانِي (اللَّبْثُ فِي الْمَسْجِدِ)

Yang kedua adalah bertempat di masjid.

وَلَا يَكْفِيْ فِي اللَّبْثِ قَدْرُ الطُّمَأْنِيْنَةِ بَلِ الزِّيَادَةُ عَلَيْهِ بِحَيْثُ يُسَمَّى ذَلِكَ اللَّبْثُ عُكُوْفًا

Di dalam bertempat, tidak cukup hanya sebatas kira-kira waktu thuma’ninah, bahkan harus ditambah sekira diamnya tersebut dinamakan berdiam diri.

وَشَرْطُ الْمُعْتَكِفِ إِسْلَامٌ وَعَقْلٌ وَنِقَاءٌ عَنْ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ وَجِنَابَةٍ

Syarat orang yang i’tikaf adalah harus Islam, berakal, suci dari haidh, nifas dan jinabah.

فَلَايَصِحُّ اعْتِكَافُ كَافِرٍ وَمَجْنُوْنٍ وَحَائِضٍ وَنُفَسَاءَ وَجُنُبٍ

Maka tidak syah i’tikaf yang dilakukan oleh orang kafir, gila, haidh, nifas, dan orang junub.

وَلَوِ ارْتَدَّ الْمُعْتَكِفُ أَوْ سَكَرَ بَطَلَ اعْتِكَافُهُ

Jika orang yang melakukan i’tikaf murtad atau mabuk, maka i’tikafnya menjadi batal.

(وَلَا يَخْرُجُ) الْمُعْتَكِفُ (مِنَ الْاِعْتِكَافِ الْمَنْذُوْرِ إِلاَّ لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ) مِنْ بَوْلٍ وَغَائِطٍ وَمَا فِيْ مَعْنَاهُمَا كَغُسْلِ جِنَابَةٍ

Orang yang melakukan i’tikaf nadzar tidak diperbolehkan keluar dari i’tikafnya kecuali karena ada kebutuhan manusiawi seperti kencing, berak, dan hal-hal yang semakna dengan keduanya seperti mandi jinabah.

(أَوْ عُذْرٍ مِنْ حَيْضٍ) أَوْ نِفَاسٍ فَتَخْرُجُ الْمَرْأَةُ مِنَ الْمَسْجِدِ لِأَجْلِهِمَا

Atau karena udzur haidh atau nifas. Maka seorang wanita harus keluar dari masjid karena mengalami keduanya.

(أَوْ) عُذْرٍ مِنْ (مَرَضٍ لَا يُمْكِنُ الْمُقَامُ مَعَهُ) فِي الْمَسْجِدِ

Atau karena udzur sakit yang tidak mungkin berdiam diri di dalam masjid.

بِأَنْ كَانَ يَحْتَاجُ لِفُرُشٍ وَخَادِمٍ وَطَبِيْبٍ أَوْ يَخَافُ تَلْوِيْثَ الْمَسْجِدِ كَإِسْهَالٍ وَإِدْرَارِ بَوْلٍ

Semisal dia butuh terhadap tikar, pelayan, dan dokter. Atau dia khawatir mengotori masjid seperti sedang sakit diare dan beser.

وَخَرَجَ بِقَوْلِ الْمُصَنِّفِ لَا يُمْكِنُ إِلَخْ الْمَرَضُ الْخَفِيْفُ كَحُمًى خَفِيْفَةٍ فَلَا يَجُوْزُ الْخُرُوْجُ مِنَ الْمَسْجِدِ بِسَبِبِهَا

Dengan ungkapan mushannif “tidak mungkin bertempat di masjid” hingga akhir perkataan beliau, mengecualikan sakit yang ringan seperti demam sedikit, maka tidak diperkenankan keluar dari masjid disebabkan sakit tersebut.

(وَيَبْطُلُ) الْاِعْتِكَافُ (بِالْوَطْءِ) مُخْتَارًا ذَاكِرًا لِلْاِعْتِكَافِ عَالِمًا بِالتَّحْرِيْمِ

I’tikaf menjadi batal sebab melakukan wathi atas kemauan sendiri dalam keadaan ingat bahwa sedang melakukan i’tikaf dan tahu terhadap keharamannya.

وَأَمَّا مُبَاشَرَةُ الْمُعْتَكِفِ بِشَهْوَةٍ فَتُبْطِلُ اعْتِكَافَهُ إِنْ أَنْزَلَ وَإِلَّا فَلاَ

Adapun bersentuhan kulit disertai birahi yang dilakukan oleh orang yang melakukan i’tikaf, maka akan membatalkan i’tikafnya jika ia sampai mengeluarkan sperma. Jika tidak keluar sperma, maka tidak sampai membatalkan.

(Kitab Fathul Qorib – Al Imam Al Allamah Asy Syeikh Muhammad bin Qosim Al Ghoziy, Bab I’tikaf, Hal. 61, Penerbit Darul Kutub Al Islamiyyah)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi   
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Tidak ada komentar:

Posting Komentar