Senin, 10 Agustus 2020

Makna di Balik Ucapan "Kembali ke Rahmatullah" dan "Semoga Meninggalnya Husnul Khatimah".


Makna di Balik Ucapan "Kembali ke Rahmatullah" dan "Semoga Meninggalnya Husnul Khatimah".

Kematian adalah sebuah kata yang sudah akrab di telinga. Kita sangat sering mendengar kata ini terlepas dari apakah kita suka mendengarnya atau tidak. Bagi sebagian atau mungkin banyak dari kita, kata ini sedikit manakutkan. Walaupun kejadian kematian adalah sebuah keniscayaan, tetapi tetaplah sebagian kita merasa bahwa sebaiknya kata ini tidak perlulah didiskusikan. Jika kita merupakan bagian dari orang orang ini, maka mungkin perlu dipertanyakan tingkat kecerdasan kita. Mengapa, karena definisi cerdas dari Nabi Muhammad SAW adalah mereka yang mau mengingat, membicarakan (mendiskusikan) tentang kematian dan kemudian mempersiapkan diri menghadapinya.

Terkadang, kabar kematian yang kita dengar dari seseorang adalah:

“Telah kembali ke Rahmatullah, bapak/ibu/sdr/sdri kita pada hari A karena sakit, misalnya”

Apa yang salah dengan kalimat ini?

Jika kita memperhatikan makna dari kata-kata ini, maka kembali ke Rahmatullah berarti kembali ke Rahmatnya Allah. Apa makna ucapan ini? Ketika kita mengucapkan kembali ke Rahmatullah bagi seseorang yang telah meninggal, maka itu berarti kita telah yakin bahwa orang itu akan masuk surga.

Mengapa demikian? karena ukuran masuk tidaknya seseorang ke surganya Allah adalah Rahmat Allah, sesuai dengan sabda nabi Muhammad SAW:

“Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah” (HR. Muslim no. 2817)

Jadi ketika kita mengucapkan kembali ke Rahmatullah, maka saya khawatir, kita sudah bersikap kurang sopan kepada Allah.. karena kita sudah mendahului ketetapan Allah. Tidak ada seorang pun dari kita yang bisa haqqul yaqin apakah kita akan masuk surganya Allah atau nerakaNya kecuali nabi dan beberapa sahabatnya yang sudah dijamin oleh Allah untuk masuk surga. Selebihnya wallahu a’lam.

Jadi pada saat mengabarkan kematian seseorang, ada baiknya kita tidak mengucapkan kata kata itu tetapi cukup (misalnya) dengan kata kata: “telah meninggal dunia si A pada hari A karena sakit (misalnya).

Jikapun kita tetap ingin mengucapkan kata kata itu, maka tambahkanlah sesudah kabar kematian itu dengan kata semoga: “Semoga dia kembali ke Rahmatullah”. Artinya disini kita berharap semoga dia yang meninggal itu mendapatkan Rahmat Allah.

Nah sekarang, ketika mendengar kabar kematian seperti di atas, maka umumnya kita akan berucap “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya lah kami kembali / QS. 2:156) kemudian biasa ditambahkan “semoga (meninggalnya) Husnul khotimah” dan seterusnya.

Sekali lagi kata “semoga (meninggalnya) Husnul Khatimah” ini agak kurang tepat.

Jika tujuan kita mengucapkan kata-kata itu adalah untuk menghibur kepada keluarga yang ditinggalkan, maka tidak ada yang salah dengan kata-kata itu karena kata-kata itu merupakan ucapan pengharapan (hiburan) kepada keluarga yang ditinggalkan agar dia yang meninggal itu pada akhir hidupnya Husnul Khatimah.

Apakah ucapan pengharapan itu ada manfaatnya untuk orang yang meninggal, sayang sekali TIDAK, mengapa? Karena kematian telah menemuinya. Terlepas dari apakah dia memang meninggal dengan Husnul Khatimah atau Su’ul Khatimah. Jadi bagi orang yang meninggal, ucapan itu sia-sia.

Jadi jika kita ingin mendoakan orang yang meninggal itu, kita bisa melakukannya dengan ucapan doa bagi orang yang meninggal, misalnya:

“Ya Allah, ampuni dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan maafkanlah dia. Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya. Mandikanlah dia dengan air, es, dan embun… dst. (HR. Muslim)

Atau doa lainnya.

Ucapan semoga meninggalnya Husnul Khatimah sebaiknya hanya diucapkan bagi kita yang masih hidup bukan kepada orang yang telah meninggal. Karena dengan ucapan itu, kita berharap (yang seharusnyalah diiringi dengan usaha dan doa) agar pada saat kematian menemui kita, kita bisa meninggal dengan Husnul Khotimah.

Mungkin kita bisa mengucapkan itu pada orang yang sedang sakit atau pada keluarga orang yang sakit, tetapi masalahnya adalah dengan mengucapkan itu, kita akan diduga keras mendoakan orang yang sakit itu cepat mati dan ini akan cukup menyakitkan bagi orang yang sakit itu atau bagi keluarganya walaupun tidak ada yang salah dengan kata-kata itu.

Juga hati-hatilah dalam berdoa atau mengucapkan kata HUSNUL, dalam kalimat HUSNUL KHATIMAH (حُسْن الْخَاتِمَة). Untuk diketahui bahwa, HUSNUL asal katanya adalah “HASAN (حسن)” yang berarti BAIK. “HUSNUL” berarti TERBAIK. Jadi makna dari kalimat “HUSNUL KHATIMAH (حُسْن الْخَاتِمَة)” adalah : “MENINGGAL DI SAAT (dalam keadaan) YANG TERBAIK”.

Lalu bagaimana jika ditulis dan dibaca dengan “KHUSNUL KHATIMAH (خُسْن الْخَاتِمَة)” – “KHUSNUL” dengan menggunakan huruf Kho (خ), artinya TERHINA atau TERENDAH. Maka makna kalimat “KHUSNUL KHATIMAH (خُسْن الْخَاتِمَة) adalah “MENINGGAL DISAAT (dalam keadaan) DIHINAKAN atau DIRENDAHKAN.

Astaghfirullahal ‘Azhiim, jauh sekali maknanya kalau kita salah mengucapkan atau salah menulisnya.

Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus         
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
           
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس


1 komentar: