Kamis, 13 Februari 2020

ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU.


ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU.

Orang yang menuntut ilmu itu harus memiliki beberapa adab yang bersifat syar’i. Adapun di antara adab itu antaralain:

1. Sebelum masuk ke dalam tempat mencari ilmu (madrasah/majelis ta’lim), disunnahkan untuk bersuci dengan wudhu’, memakai pakaian yang bersih dan suci serta memakai parfum, dan menggunakan siwak. Supaya sampai di madrasah sudah dalam keadaan rapi.

2. Menyiapkan peralatan yang akan dibawa ketika belajar, supaya ketika hadir di madrasah sudah tidak perlu kembali lagi karena ada yang masih kurang.

3. Duduknya yang tenang, menghormati guru dan ilmu di tempat yang sesuai dengan adab, maksudnya tidak terlalu dekat, tetap (istiqomah), serta menghadap ke guru dan arah kiblat.

4. Memulai belajar dengan mengucapkan basmallah, hamdallah, dan shalawat untuk Nabi Muhammad Saw. Sekeluarga dan para sahabat. Begitu pula ketika mengakhiri juga mengucap hamdallah.

5. Memperhatikan terhadap pelajaran yang di terangkan oleh guru supaya faham, dan menandai masalah-masalah yang belum difaham supaya ditanyakan kepada gurunya sehingga faham.

6. Sepulang dari madrasah sampai di rumah kemudian muroja’ah (mengulang) pelajaran yang baru dipelajari sampai pindah ke hati. Begitu juga muroja’ah saat sebelum masuk (belajar) lagi supaya ilmu tetap benar-benar terikat erat dalam hati.

7. Menggunakan budi pekerti yang luhur. Karena orangyang mencari ilmu syara’ itu benar-benar sibuk mencari tingginya masalah dunia dan agama.

8. Harus halal makanan, dan pakaiannya. Begitu juga dengan peralatan belajarnya. Karena hal itu yang menyababkan terang dan beningnya hati yang sesuai untuk tempat ilmu. (Kitab Tanbihul Muta’alim - Ahmad Maisur Sindi Ath Thursidi)

9. Meminimalis hal-hal yang mubah (jangan terlalu banyak makan dan minum). Dan menjauhi hal-hal yang bisa merujuk ke perbuatan dosa. Karena satu dosa saja sudah menjadi kotoran di hati. Imam Syafi’i berkata: ”Tidak sampai kemulyaan yang sempurna seseorang yang menuntut ilmu dengan memanjakan badan dan hidup bermewah-mewahan.”

10. Harus sungguh-sungguh  berbuat baik kepada orang tua. Dan ketika sudah meninggal supaya didoakan dan meninggalkan untuk mereka pahala dari amal shaleh kita.

11. Harus mengakui keluhuran dan keunggulan guru supaya esok bisa menjadi orang yang beruntung.

12. Harus sungguh-sungguh membuat guru itu ridho. Dan menghormati guru dengan ikhlas. Karena hal itu yang membuat pelajar menjadi orang utama. Imam Baihaki menceritakan hadits marfu’ dari sahabat Abi Huroiroh ra. : “Tawadhu’lah kamu sekalian terhadap orang yang mengajarimu. Syeikh Mughiroh itu menghormati Syekh Ibrohim seperti hormat kepada ratu.

13. Jangan sampai pindah-pindah. Menjadikan tidak enaknya atau bosannya guru. Karena itu menjadi sebab cacat yang merusak faham dan merusak kesopanan. Bahkan menurut Syeikh Ibnu Sholah khawatir bisa menghalangi manfaatnya ilmu.

14. Minta izin kepada guru ketika tidak bisa hadir. Dengan alasan ada udzur dan menyebutkan udzurnya.

15. Harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu sampai berhasil, karena ilmu itu tidak bisa didapat dengan enak-eanaknya badan dan malas-malasan.

16. Diawal harus mengetahui lafadhnya, kemudian bahasa I’rob dan maknanya manthuq (dibicarakan) dan mafhumnya (difahami) dengan jelas. Dan dengan memperbanyak hafalan hal-hal yang menjadi musykil serta tulisannya. Karena orang yang mencari ilmu hanya cukup dengan menulis tanpa mendengarkan, dst itu hanya akan menerima kesusahan saja tanpa menghasilkan apa-apa

17. Harus diskusi dengan para muallim, karena hidupnya itu dengan diskusi.

18. Dalam menghafal ilmu “ilmu harus dengan bertahap sedikit demi sedikit. Dengan begitu insyaAllah memperoleh apa yang diharapkan. Karena orang yang dalam mencari ilmu itu dengan seketika, kemudian hilang semuanya. Tentu sia-sia tenaganya.”

19. Membagi waktu, jangan sampai ada waktu yang kosong dari haknya.

20. Supaya merapikan semua hal dengan rajin dan ditempatkan sesuai tempatnya.

21. Harus menjauhi sifat bosan, malas.

22. Memperbanyak deresan (mempelajari atau mengulang-ngulang pelajaran) di malam hari dengan muthola’ah. Lebih-lebih di waktu sahur, supaya bisa menyusul para ulama.

23. Jangan sampai pindah-pindah, suka menghafal dan membaca ilmu walaupun sudah dianggap gampang.

24. Jangan malu dan sombong tidak mau minta ilmu dari orang yang lebih rendah berdasarkan nasab atau usia atau yang lainnya, tidak bisa menerima ilmu orang yang malu dan sombong. Mencari ilmu juga bisa seumpama sudah ada air yang mengalir ke atas atau sudah ada gagak putih. Orang yang tidak mau menanggung hinanya di waktu yang hanya sementara maka orang itu akan hina dengan kebodohannya selama-lamanya.

25. Memperbagus niat, sekiranya ikhlas lillahi ta’ala, bukan sekedar untuk mencari harta dunia yang rendah, atau menjadi pemimpin dan mencari pujian. Seharusnya dia menjadi orang yang mencari ilmu sebagaimana mestinya ditujukan kepada Allah. Adapun Orang yang mencari ilmu itu tidak ada lagi kecuali untuk mencari harta dunia. Itu besok di hari kiamat tidak dapat mencium harumnya surga.

26. Jangan pindah-pindah madrasah. Kalau ilmunya hanya untuk berdebat atau pamer atau sombong.

27. Harus menjalankan ilmunya adab dan ilmu fadhoilul a’mal (keutamaan beramal). Karena amal itu menjadi zakatnya ilmu dan menjadi penyebab hafal ilmu. Untuk itu siapapun yang ingin hafadz ilmu supaya mengamalkan ilmunya.

28. Ketika sudah mendapat ilmu walaupun satu kalimah saja supaya diajarkan kepada orang lain dengan ikhlas. Supaya jangan sampai menjadi orang yang bakhil bil ‘ilmi (pelit dengan ilmu).

Jika pengajar dan pelajar itu sudah menjalankan itu, maka sungguh sudah sempurna nikmat yang agung. Ketika pengajar sudah mengumpulkan: sabar, rendah hati, dan akhlak yang bagus maka sungguh sempurna nikmatnya kepada pelajar. Dan ketika pelajar sudah mengumpulkan: akal, adab dan pemahaman yang bagus maka sungguh sudah sempurna nikmatnya kepada pengajar.

(Kitab Tanbihul Muta’alim - Ahmad Maisur Sindi Ath Thursidi)

وإن كنت متعلما، فآداب المتعلم مع العالم: أن يبدأه بالتحية والسلام، وأن يقلل بين يديه الكلام، ولا يتكلم ما لم يسأله أستاذه، ولا يسأل ما لم يستأذن أولا، ولا يقول في معارضة قوله: قال فلان بخلاف ما قلت، ولا يشير عليه بخلاف رأيه فيرى أنه أعلم بالصواب من أستاذه، ولا يسأل جليسه في مجلسه، ولا يلتفت إلى الجوانب، بل يجلس مطرقا ساكنا متآدبا كأنه في الصلاة، ولا يكثر عليه السؤال عند ملله، وإذا قام قام له، ولا يتبعه بكلامه وسؤاله، ولا يسأله في طريقه إلى أن يبلغ إلى منزله، ولا يسىء الظن به في أفعال ظاهرها منكرة عنده، فهو أعلم بأسراره، وليذكر عند ذلك قول موسى للخضر - عليهما السلام: (أَخَرَقتًها لِتُغرِقَ أَهلَها، لَقَد جِئتَ شَيئاً إمرا)، وكونه مخطئا في إنكاره اعتمادا على الظاهر.

Al Imam Muhammad bin Muhammad Al Ghazali di dalam kitab Bidayatul Hidayah mengatakan : Jika engkau seorang murid, maka beradablah kepada gurumu dengan adab yang mulia, adab-adab mulia tersebut adalah :

1. Mendahului salam dan penghormatan kepadanya.
2. Tidak banyak berbicara di hadapannya.
3. Tidak berbicara sebelum guru bertanya dan tidak bertanya sebelum mohon izin darinya.
4. Tidak menyampaikan sesuatu yang menentang pendapatnya atau menukil pendapat ulama lain yang berbeda dengannya.
5. Tidak mengisyaratkan sesuatu yang berbeda dengan pendapatnya sehingga engkau merasa lebih benar darinya.
6. Tidak bermusyawarah dengan seseorang di hadapannya dan tidak banyak menoleh ke berbagai arah, tetapi sebaiknya engkau duduk di hadapannya dengan menundukkan kepala, tenang, penuh adab seperti saat engkau melakukan shalat.
7. Tidak banyak bertanya kepadanya saat dia lelah atau sedang susah.
Ikut berdiri ketika dia bangun dari duduk.
8. Tidak bertanya ketika ia di jalan sebelum sampai di rumah.
9. Tidak berburuk sangka kepada guru dalam tindakannya yang engkau anggap mungkar secara lahir, karena pasti dia lebih memahami rahasia-rahasia dirinya sendiri.

Hendaknya engkau mengingat kisah Nabi Musa as. saat berguru kepada Nabi Khidir as. dan saat Nabi Musa as. melakukan kesalahan dengan ingkar kepadanya hanya karena berdasar kepada hukum zhahir (terlihat mata).

Allah menukil ucapan Nabi Musa kepada Nabi Khidir tersebut dalam firman-Nya Q.S Al-Kahfi ayat 17 :

أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا

”Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan”.

(Nabi Musa AS telah dianggap salah dalam ingkarnya karena berpegang pada hukum yang lahir).

(Kitab Bidayatul Hidayah – Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali)

Adapun sanad muttashil (bersambung) kepada Imam Al Ghazali Rahimahullah yang alfaqir (Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus) miliki sebagai berikut:

الحبيب محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس عن الحاج رزقي ذو القرنين اصمت البتاوي عن العلامة المسند الدكتور يوسف عبد الرحمن المرعشلي البيروتي عن العلامة المعمر محمد بن عبد الرزاق الخطيب الحسيني الدمشقي عن العلامة محمد ابي النصر الخطيب الدمشقي عن الوجيه عبد الرحمن بن محمد الكزبري  عن شيخه أحمد بن عبيد الله العطار عن الإِمَام الجراحي وَهُوَ عَن شَيْخه الشَّمْس مُحَمَّد الكاملي وَهُوَ عَن الْعَلامَة الشَّيْخ مُحَمَّد البطنيني وَهُوَ عَن الشَّمْس مُحَمَّد الميداني وَهُوَ عَن الشَّيْخ أَحْمد الطَّيِّبِيّ الْكَبِير وَهُوَ عَن كَمَال الدّين الْحُسَيْنِي وَهُوَ عَن الْجمال بن جمَاعَة وَهُوَ عَن الْبُرْهَان الشَّامي وَهُوَ عَن ابْن الْعَطَّار وَهُوَ عَن إِمَام الْمَذْهَب أبي زَكَرِيَّا النووي عن الْكَمَال سلار الإربلي وَهُوَ عَن الشَّيْخ مُحَمَّد صَاحب الشَّامِل الصَّغِير وَهُوَ عَن الشَّيْخ عبد الْغفار الْقزْوِينِي صَاحب الْحَاوِي وَهُوَ عَن فريد عصره أبي الْقَاسِم عبد الْكَرِيم الرَّافِعِيّ وَهُوَ عَن الشَّيْخ مُحَمَّد أبي الْفضل وَهُوَ عَن مُحَمَّد بن يحيى وَهُوَ عَن حجَّة الْإِسْلَام الْغَزالِيّ رحمه الله
.
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus         
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
           
Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
           
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس


Tidak ada komentar:

Posting Komentar