Kamis, 14 Mei 2020

Keutamaan Adzan.


في فضيلة الأذان

Keutamaan Adzan.

قال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ لِلصَّلاَةِ سَبْعَ سِنينَ مُحْتَسِبًا كَتَبَ اللهُ لَهُ بَرَاءَةً مِنَ النَّارِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa yang adzan selama tujuh tahun karena Allah (tanpa minta bayaran), maka Allah tulis/nyatakan baginya bebas dari neraka”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ ثِنْتَيْ عَشَرَةً سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa adzan 12 tahun maka wajb baginya surga”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ خَمْسَ صَلَوَاتٍ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُمَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa yang adzan lima shalat dengan penuh iman dan ikhlas, maka diampuni dosa-dosa yang sudah terlewat”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {ثَلاَثَةٌ يَعْصِمُهُمُ اللهُ تَعَالَى مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الشَّهِيْدُ والمُؤَذِّنُ والْمُتَوَفَّى يَوْم الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Tiga orang yang Allah jaga dari siksa kubur: syahid (mati syahid), mu`adzin (orang yang suka adzan), dan orang yang wafat pada malam Jum’at atau hari Jum`at”.

وَقَالَ صلى الله عليه وسلم: {لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ والصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا، وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي التَّهْجِيْرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتَمَةِ والصُّبْحِ لَاتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Seandainya manusia tahu apa yang ada dalam seruan (adzan) dan shaf awal kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan mengundi, niscaya mereka akan melakukan undian. Seandainya mereka tahu apa yang ada dalam bersegera , niscaya mereka akan bersegera kepadanya. Seandainya mereka tahu apa yang ada dalam shalat isya` dan subuh niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.”

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَقَبَّلَ إبْهَامَيْهِ فَوَضَعَ عَلَى عَيْنَيْهِ وَقالَ مَرْحَبًا بِذِكْرِ اللهِ تَعَالى قُرَةَ أعْيُنِنَا بِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَأَنَا شَفِيْعُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَقَائِدُهُ إِلَى الْجنَّةِ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa mendengar adzan kemudian mencium kedua ibu jarinya, kemudian meletakkan pada kedua matanya sambil membaca: MARHABAN BIDzIKRILLAHI TA`ALA QURRATA A`YUNINA BIKA YA RASULULLAAH, maka aku akan memberi syafaat kepadanya di hari kiamat dan menutunnya ke surga”.

وَقَالَ صلى الله عليه وسلم: {إِذَا كَانَ وَقْتُ الْأَذَانِ فُتِحَتْ أبْوَابُ السَّمَاءِ وَاسْتُجِيْبَ الدُّعَاءُ وَإِذَا كَانَ وَقْتُ الْإِقَامَةِ لَمْ تَرُدَّ دَعْوَتُهُ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Jika waktu adzan tiba maka pintu-pintu langit dibuka dan do`a dikabulkan. Jika datang waktu iqamat maka do`anya tidak ditolak.”

وقالَ صلى الله عليه وسلم: {مَنْ قَالَ عِنْدَ الْأَذَانِ : مَرْحَبًا بِالْقَائِليْنَ عَدْلاً، مَرْحَبًا بِالصَّلَوَاتِ وَأَهْلاً، كَتَبَ اللهُ تَعَالَى لَهُ أَلْفَ حَسَنَةٍ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ سَيِّئَةٍ، وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ دَرَجَةٍ}.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa mengucapkan ketika adzan: MARHABAN BILQOILIN ‘ADLAN MARHABAN BISh ShOLAWATI WA AHLAN, maka Allah menetapkan baginya seribu kebaikan, menghapus seribu kejelekan dan mengangkat seribu derajat”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ الْأَذَانَ وَلَمْ يَقُلْ مِثْلَ مَا قَالَ المُؤَذِّنُ فَإِنَّهُ يُمْنَعُ مِنَ السُّجُوْدِ يَوْمَ الْقِيَامةِ إذَا سَجَدَ المُؤَذِّنُوْنَ}

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa mendengar adzan kemudian tidak mengucapkan seperti yang dikumandangkan mu`adzin, maka dia dihalangi bersujud di hari kiamat ketika para muadzin bersujud”.

وَقَالَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم:{ثَلاَثَةٌ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَمُؤَذِّنٌ حَافِظٌ وَقَارِئُ الْقُرْآنِ يَقْرَأُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِائَتَيْ آيةٍ}

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Tiga orang dalam naungan arsyi (pertolongan Allah) ketika tidak ada naungan kecuali naungan-NYA: pemimpin yang adil, muadzin yang menjaga, dan pembaca Al Qur`an yang membaca 200 ayat setiap malamnya”.

(Kitab Lubabul Hadits - Al Imam Al Hafidz Jalaluddin Abdurrahman bin Abii Bakar As Suyuthi)

Tata Cara Adzan dan Iqomah.

Secara bahasa, adzan bermakna i’lam yaitu pengumuman, pemberitahuan atau pemakluman. Secara istilah adzan adalah merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya sholat fardu dengan lafad-lafadz tertentu. Adzan dikumandangkan oleh seorang muadzin.

Adzan mulai disyri’atkan pada tahun pertama dari hijrah. Sebagaimana disebutkan dalam satu hadits Rasulullah Saw,

Dari Nafi’ bahwa Umar mengatakan sebagai berikut : “Dulu kaum Muslimin berkumpul dan mengira-ngirakan waktu sholat dan tak ada orang yang menyerukannya. Maka pada suatu hari mereka bicarakanlah hal itu. Diantaranya ada yang mengetakan , “Pergunakanlah lonceng seperti lonceng orang-orang Nasrani! Ada pula yang menganjurkan : “Lebih baik tanduk seperti serunai orang Yahudi!” maka berkatalah Umar : “Kenapa tidak disuruh saj seseorang buat menyerukan sholat?” Maka bersabdalah Rasulullah Saw, “Hai Bilal, Bangkitlah! lalu serukan adzan.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Dari Abdullah bin Zaid bin Abdirabbihi berkata,”Ada seorang yang mengelilingiku dalam mimpi dan berseru : “Allahu akbar alahu akbar”, dan (beliau) membacakan adzan dengan empat takbir tanpa tarji’, dan iqamah dengan satu-satu, kecuali qad qamatishshalah”. Paginya Aku datangi Rasulullah SAW, maka beliau bersabda,”Itu adalah mimpi yang benar." (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Lafadz Adzan

اَللهُ اكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
اَثْهَدُاَنْ لآاِلَهَ اِلَّااللهُ
اَثْهَدُاَنَّ مُهَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَ الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَ اْلفَلَاةِ
اَللهُ اكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
لَآاِلَهَ اِلَّااللهُ

Allaahu akbar, Allaahu akbar 2x
Asyhadu an laa ilaaha illallaah 2x
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah 2x
Hayya 'alash-shalaah 2x
Hayya 'alal-falaah 2x
Allaahu akbar, Allaahu akbar 1x
Laa ilaaha illallaahu 1x

Keterangan :
Dalam adzan shalat subuh, di antara kalimat "Hayya 'alal-falaah" dan "Allaahu akbar, Allaahu akbar" yakni antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat :

اَلصَّلَاةُ خَيْرُمِنَ النَّوْمِ

Ash-shalaatu khairum minan-nauum 2x

Artinya :
"Shalat itu lebih baik daripada tidur."

Lafazh Iqamah.
Lafazh iqamah itu sama dengan adzan, hanya adzan diucapkan masing-masing dua kali, sedang iqamah cukup diucapkan sekali saja.

Dan di antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat :

"QAD QAAMATISH-SHALAAH" 2x

Artinya :
"Shalat telah dimulai."

Iqamah sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan dengan suara agak rendah daripada adzan.
Lafazh Iqamah sebagai berikut :

اَللهُ اكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
اَثْهَدُاَنْ لآاِلَهَ اِلَّااللهُ
اَثْهَدُاَنَّ مُهَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَ الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَ اْلفَلَاةِ
قَدْقَامَتِ الصَّلَاةُ
اَللهُ اكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
لَآاِلَهَ اِلَّاالله

Allaahu akbar, Allaahu akbar 1x
Asyhadu an laa ilaaha illallaah 1x
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah 1x
Hayya 'alash-shalaah 1x
Hayya 'alal-falaah 1x
Qad qaamatish-shalaah 2x
Allaahu akbar, Allaahu akbar 1x
Laa ilaaha illallaahu 1x

Menjawab Adzan.

Rasulullah shallahu alaihi wasalam bersabda :

"Apabila muadzin mengucapkan, ”Allahu Akbar Allahu Akbar,” lalu salah seorang dari kalian menjawab, ’Allahu Akbar Allahu Akbar’, kemudian muadzin mengucapkan, ’Asyhadu Anla Ilaha Illallah,’ dia menjawab,’ ’Asyhadu Anla Ilaha Illallah’, kemudian muadzin mengucapkan, ’Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah,’ dia menjawab,’ ’Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah’, kemudian muadzin mengucapkan, ’Hayya Alash Sholah.’ dia menjawab ’Laa Haula Wa laa Quwwata Illa Billah,’ kemudian muadzin mengucapkan,’Hayya Alal Falah,’ dia menjawab, ’Laa Haula Wa laa Quwwata Illa Billah,’ kemudian muadzin mengucapkan,’Allahu Akbar Allahu Akbar,’ dia menjawab, ’Allahu Akbar Allahu Akbar,’ kemudian muadzin mengucapkan, ’Laa Ilaha Illallah,’ dia menjawab ,’Laa Ilaha Illallah,’ dan semua itu dari hatinya, niscaya dia masuk surga”. (HR.Muslim)

Nabi Muhammad bersabda :

إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

“Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah dengan seperti apa yang diucapkan muazzin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian setelah adzan selesai hendaknya kita membaca doa dibawah ini , sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang berjanji akan memberikan syafaat kepada siapa yang sesudah adzan membaca doa yang didalamnya mengandung permohonan agar nabi Muhammad saw ditempatkan di al-Wasilah (derajat yang tertinggi di surga), sabda beliau:

“Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian bersholawatlah kepadaku, karena barang siapa bersholawat kepadaku satu kali niscaya Allah bersholawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian memohonlah al-Wasilah (kedudukan tertinggi) kepada Allah untukku, karena itu adalah kedudukan di surga yang tidak layak kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap aku adalah hamba tersebut, barang siapa memohon al-Wasilah untukku niscaya dia (berhak) mendapatkan syafaat.” (HR. Muslim 2/327)

Doa sesudah Adzan.

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ

ALLAHUMMA ROBBA HADzIHID DA'WATIT TAAMMA(TI/H), WASh ShOLAATIL QOO-IMA(TI/H), AATI SAYYIDINAA MUHAMMADANIL WASIILATA WAL FADhIILA(TA/H), WAB'ATsU MAQOOMAA MAHMUDANIL LADzI WA'ADTAH(U), INNAKA LAA TUKhLIFUL MII'AAD(A).

Ya Allah, Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan, Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi saw) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.

Syarat Melaksanakan Adzan.

1. Telah Masuk Waktu.
Bila seseorang mengumandangkan adzan sebelum masuk waktu shalat, maka adzannya itu dilarang hukumnya sebagaimana telah disepakati oleh para ulama. Dan bila nanti waktu shalat tiba, harus diulang lagi adzannya. Kecuali adzan shubuh yang memang pernah dilakukan 2 kali di masa Rasulllah SAW. Adzan yang pertama sebelum masuk waktu shubuh, yaitu pada 1/6 malam yang terakhir. Dan adzan yang kedua adalah adzan yang menandakan masuknya waktu shubuh, yaitu pada saat fajar shadiq sudah menjelang.

2. Berniat adzan.
Hendaknya seseorang yang akan adzan berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafazh tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan ikhlas untuk Allah semata.

3. Harus Berbahasa Arab.
Adzan yang dikumandangkan dalam bahasa selain arab tidak sah. Sebab adzan adalah praktek ibadah yang bersifat ritual, bukan semata-mata panggilan atau menandakan masuknya waktu sholat.

4. Tidak Bersahutan.
Bila adzan dilakukan dengan cara sambung menyambung antara satu orang dengan orang lainnya dengan cara bergantian, hukumnya tidak sah.

Sedangkan mengumandangkan adzan dengan beberapa suara vokal secara berberengan, dibolehkan hukumnya dan tidak dimakruhkan sebagaimana dikatakan Ibnu Abidin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Bani Umayyah.

5. Muslim, Laki, Akil Baligh.
Adzan tidak sah bila dikumandangkan oleh non-muslim, wanita, orang tidak waras atau anak kecil. Sebab mereka semua bukan orang yang punya beban ibadah.

Bahkan Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa orang itu tidak boleh fasik, bila sudah terjadi maka harus diulangi oleh orang lain yang tidak fasik. Al-Malikiyah mengatakan bahwa dia harus adil.

6. Tertib Lafaznya.
Tidak diperbolehkan untuk terbolak-balik dalam mengumandangkan lafadz adzan. Urutannya harus benar. Namun para ulama sepakat bahwa untuk mengumandangkan adzan tidak disyaratkan harus punya wudhu`, menghadap kiblat, atau berdiri. Hukum semua itu hanya sunnah saja, tidak menjadi syarat sahnya adzan.

Disunnahkan orang yang mengumandangkan adzan juga orang yang mengumandangkan iqamat. Namun bukan menjadi keharusan yang mutlak, lantaran di masa Rasululah SAW, Bilal radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan adzan dan yang mengumandangkan iqamat adalah Abdullah bin Zaid, shahabat Nabi yang pernah bermimpi tentang adzan. Dan hal itu dilakukan atas perintah Nabi juga.

Sunnah Adzan.

1. Hendaklah muadzin suci dan hadast besar dan kecil (Ada Wudhu)

2. Hendaklah ia berdiri menghadap kiblat. Ibnu Mundzir berkata sesuatu yang telah menjadi ijma’ (kesempatan para ulama) bahwa berdiri ketika adzan termasuk sunnah Nabi karena suara bisa lebih keras, dan termasuk sunnah juga ketika adzan menghadap ke arah kiblat, sebab para muadzin Rasullullah mengumandangkan adzan sambil menghadap kearah kiblat.

3. Menghadapkan wajah dan lehernya ke sebelah kanan ketika mengucapkan ‘Hayya ‘alalfalah’ dan ke sebelah kiri ketika mengucapkan, ‘Hayya ‘alal falah’, sebagaimana yang telah dijelaskan sebagai berikut :

Dari Abu Juhaifah ia pernah melihat Bilal beradzan, ia berkata, “Kemudian saya ikuti mulutnya ketika ke arah sini dan sini dengan adzan tersebut.” ( Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 114 no: 634, Muslim I : 360 no no: 503, ‘Aunul Ma’bud II: 219no: 516, Tarmidzi I: 126 no: 197, dan Nasa’I II: 12).

(Adapun memalingkan dada ke kanan dan ke kiri ketika adzan, maka sama sekali tidak dijelaskan dalam sunnah Nabi saw. dan tidak pula disebutkan dalam hadits-hadits yang menerangkan menghadapkan leher ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri. Selesai. Berasal dari kitab Tamamul Minnah ha.150)

4.Memasukkan dua jari ke dalam telinganya, karena ada pernyataan Abu Juhaifah:

"Saya melihat Bilal adzan dan berputar serta mengarahkan mulut ke sini dan ke sini, sedangkan dua jarinya berada ditelinganya.” (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 164 dan Sunan Tirmidzi I: 126 no: 197).

5. Mengeraskan suaranya ketika adzan, sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw.,

“Karena sesungguhnya tidaklah akan mendengar sejauh suara muadzin, baik jin, manusia, adapun sesuatu yang lain, melainkan mereka akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat.” (Shahih: Shahih Nasa’i no: 625, Fathul Bari H: 87: 609 dan Nasa’i II: 12).

Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini Hasan Shahih dan sudah diamalkan oleh para ulama’ mereka menganjurkan muadzin memasukkan dua jari ke dalam dua telinganya ketika adzan.”

Tanya Jawab.

Apakah perempuan boleh mengumandangkan azan ketika akan melaksanakan shalat? Sebagaimana azan yang dikumandangkan oleh para laki-laki?

Imam As-Syafii dalam Kitab Al-Umm menjelaskan bahwa perempuan tidak perlu mengumandangkan azan, walaupun mereka melakukan jamaah hanya bersama perempuan.

وليس على النساء أذان وإن جمعن الصلاة وإن أذن فأقمن فلا بأس ولا تجهر المرأة بصوتها تؤذن في نفسها وتسمع صواحباتها إذا أذنت وكذلك تقيم إذا أقامت

Artinya, “Para perempuan tidak perlu azan walaupun mereka berjamaah bersama (perempuan yang lain). Namun jika ada yang mengazani dan mereka hanya melakukan iqamah, maka hal itu diperbolehkan. Dan juga tidak boleh mengeraskan suara mereka saat azan. Sekiranya azan tersebut cukup didengar olehnya sendiri dan teman-teman perempuannya, begitu juga saat iqamah.” (Lihat Muhammad bin Idris As-Syafii, Al-Umm, [Beirut: Darul Ma’rifah, 1393 H], halaman 84).

Dari penjelasan Imam As-Syafii tersebut dapat disimpulkan bahwa memang tidak perlu azan, namun jika ada yang azan dan iqamah maka diperbolehkan dengan syarat tidak dilakukan dengan mengeraskan suaranya. Apalagi sampai seperti azan laki-laki, khususnya seperti azan laki-laki yang menggunakan pengeras suara, hingga tidak hanya sahabat perempuan saja yang mendengar, bahkan laki-laki pun bisa mendengarkan.

An-Nawawi dalam Al-Majmu’ juga menjelaskan secara rinci kaitan ketidakbolehan perempuan azan dengan sangat keras. Bahkan ia juga membagi hukum azan bagi perempuan menjadi tiga:

وأما إذا أراد جماعة النسوة صلاة ففيها ثلاثة أقوال المشهور المنصوص في الجديد والقديم وبه قطع الجمهور يستحب لهن الاقامة دون الاذان لما ذكره المصنف والثاني لا يستحبان نص عليه في البويطي والثالث يستحبان حكاهما الخراسانيون

Artinya, “Adapun jika jamaah perempuan ingin mendirikan shalat, maka terdapat tiga pendapat yang terkenal dan tertulis, baik dalam qaul jadid maupun qaul qadim dan jadid juga jumhur. Pertama, disunahkan bagi mereka iqamah saja, tanpa melakukan azan sebagaimana pendapat mushannif (pengarang Muhadzdzab). Kedua, tidak disunahkan azan dan iqamah sebagaimana tertulis dalam pendapat Al-Buwaithi. Ketiga, disunahkan keduanya sebagaimana pendapat ulama’ Khurasan,” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr, tanpa keterangan tahun], juz III, halaman 100).

Adapun pendapat Imam Syafii yang telah kami sebutkan di atas, termasuk kategori pendapat pertama yang hanya menyunahkan iqamah. Dan diperbolehkan azan asal tidak dengan suara yang keras sebagaimana telah disebutkan di atas.

Pendapat Imam As-Syafii ini juga didukung oleh beberapa ulama yang lain, yaitu Al-Buwaithi, Abu Hamid, Qadhi Abu Thayyib, Al-Mahamily dalam dua kitabnya. Tetapi pendapat ini ditolak oleh Abu Ishaq Ibrahim As-Syiraziy yang merupakan pengarang Kitab Muhadzdzab dan Imam Al-Jurjani dalam Kitab At-Tahrir yang berpendapat bahwa tetap dimakruhkan azan.

Oleh karena itu, berdasarkan pendapat-pendapat Imam As-Syafii dan jumhur di atas, disunahkan bagi perempuan cukup melakukan iqamah saat akan berjamaah bersama perempuan. Diperbolehkan azan asalkan azan tersebut tidak keras dan cukup didengar oleh jamaah perempuan saja. Wallahu a’lam. 

(Referensi dari berbagai sumber)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi   
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس



Senin, 11 Mei 2020

Mandi-mandi yang disunnahkan.


Mandi-mandi yang disunnahkan, yaitu :

1. Mandi Jum’ah, bagi orang hendak berjum’atan. adapun waktunya mulai fajar shadiq.

اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ

Dari `Abdullâh bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seseorang dari kamu mendatangi (shalat) jum’at, hendaklah dia mandi”. (HR. Bukhâri No. 877; Muslim No. 844)

2. Mandi Hari Raya ‘Idul fitri, waktunya mandi mulai tengah malam.
3. Mandi Hari Raya ‘Idul Qurban, waktunya mandi mulai tengah malam.

Sahabat Al Faakih bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَكَانَ الْفَاكِهُ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالْغُسْلِ فِى هَذِهِ الأَيَّامِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mandi di hari Idul Fithri, Idul Adha dan hari Arafah, ” Dan Al Faakih sendiri selalu memerintahkan keluarganya untuk mandi pada hari-hari itu” (HR. Ibnu Majah No.1316)

Juga hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الأَضْحَى.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha.” (HR. Ibnu Majah No.1315)

4. Mandi kerena hendak mengerjaka Shalat Istisqa’ (minta hujan).
5. Mandi karena adanya gerhana Rembulan.
6. Mandi karena adanya gerhana Matahari.
7. Mandi karena habis memandikan mayit.

 مَنْ غسل ميّتا فَلْيَغْتَسِلْ

Barangsiapa yang telah memandikan mayit, maka hendaklah ia mandi (HR. Ahmad dan Ashhabus-Sunnah, dan dianggap hadits Hasan oleh At Tirmidzi No.993). 

8. Mandi pada setiap kali mengulangi jima'.

عن أبي رافع أن النبى صلى الله عليه وسلم طاف ذات يوم على نسائه يغتسل عند هذه وعند هذه. قال : فقلت له يا رسول اللّه : ألا تجعله غسلا واحدا قال : هذا أزكى وأطيب وأطهر

Dari Abu Rafi' radhiyallahu'anhuma,"Bahwa sesungguhnyya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam pernah menggilir istri-istrinya, di mana Beliau mandi dirumah ini dan mandi (lagi) di rumah ini, lalu aku bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa Engkau tidak mandi sekali saja (untuk semuanya?)" Jawab beliau."Ini lebih bersih, lebih baik dan lebih suci." (Hasan: Shahih Ibnu Majah no.480 'Aunul Ma'bud I:370 no.216 dan Ibnu Majah I: 194 no. 590)

9. Mandi setiap kali akan shalat bagi wanita istihadhah.

عن عا ئشة رضي الله عنها قالت : إن أم حبيبة ا ستحيضت في عهد رسول الله صلى الله عله و سلم فأ مر ها با لغسل لكل صلاة

Dari Aisyah radhiyallahu'anha, ia berkata,"Sesungguhnya Ummu Habibah pernah beristihadhah pada masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, lalu Beliau menyuruhnya mandi setiap kali (akan) shalat..."( Shahih: Shahih Abu Dawud no. 269 dan 'Aunul Ma'bud I: 483 no.289)

وفي رواية عن عائشة : استحيضت امر أة على عهد رسو ل الله صلى الله عليه وسلم فأمرت أن تعجل العصر وتؤ خر الظهر و تتغتسل لهما غسلا واحدا وتؤخر المغرب وتعجل العشاء وتغتسل لهما غسلا واحدا وتغتسل لصلاة الصبح غسلا

Dalam riwayat yang lain dari 'Aisyah (juga disebutkan) "Telah beristihadhah seorang perempuan pada masa Rasulullah shalalahu 'alaihi wasallam, lalu ia di perintah(oleh beliau) menyegerakan ashar dan mengahirjan zhuhur dengan sekali mandi untuk keduanya, mengakhirkan maghrib dan menyegerakan 'Isya dengan sekali mandi untuk keduanya, dan untuk shalat shubuh sekali mandi." (Shahih: Shahih Abu Daud no.273. 'Aunul Ma'bud I: 487 no.291, dan Nasa'i I:184)

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ummu Habibah untuk mandi, lalu shalat. Namun mandi setiap kali shalat untuknya hanyalah sunnah (tidak sampai wajib)". Demikian pula dikatakan oleh Al Laits bin Sa’ad dalam riwayatnya pada Imam Muslim, di sana Ibnu Syihab tidak menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ummu Habibah untuk mandi setiap kali shalat. Namun Ummu Habibah saja yang melakukannya setiap kali shalat." ( Fathul Bari, 1/427)

10. Mandi karena masuk Islam.

عن أبي هريرة رضي الله عنه في قصة ثمامة بن أثال عندما أسلم وأمره النبي صلى الله عليه وسلم أن يغتسل. رواه عبد الرزاق وأصله متفق عليه

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang kisah Tsumaamah Ibnu Utsal ketika ia masuk Islam dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkannya untuk mandi (Diriwayatkan ‘Abdurrazzaq dan asalnya muttafaqun ‘alaihi. Lihat Bulughul Maram pada kitab at-Thaharah bab al-Ghasl wa Hukmu al-Junb).

Qais ibnu ‘Ashim menuturkan:

أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أريد الإسلام فأمرني أن أغتسل بماء وسدر

“Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku ingin masuk Islam. Lantas beliau memerintahkan aku mandi dengan air dan bidara” (Hadits shahih diriwayatkan Abu Daud (355), at-Tirmidziy (605), an-Nasa-iy (1/109), dan Ahmad (34/216)).

11. Mandi karena sembuh dari gila.
12. Mandi karena sadar dari pingsan.
13. Mandi kerena mandi karena ayan (sembuh dari ayan).
14. Mandi karena akan mengerjaan Ihram, baik Ihram Haji atau ‘Umrah.

عَنْ ثَابِتٍ  رَأَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَجَرَّدَ لإِهْلاَلِهِ وَاغْتَسَلَ.

Artinya: “Tsabit radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan pernah melihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melepaskan pakaiannya dan mandi untuk berihram”. (HR. Tirmidzi)

15. Mandi karena hendak memasuki negeri Mekkah.
16. Mandi karena hendak wukuf di padang ‘Arafah.
17. Mandi karena bermalam di Muzdalifah.
18. Mandi karena hendak melempar Jumrah.
19. Mandi karena hendak Thawaf.
20. Mandi-mandi lain seperti mandi pada tiap tiap malam di bulan Ramadlan.

(Referensi dari berbagai sumber)

Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/gsayyiroups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Selasa, 05 Mei 2020

Dalil Bukhur (Membakar Dupa).


Dalil Bukhur (Membakar Dupa).

Dalam sebuah majelis dzikir ataupun majelis maulid terkadang ada tradisi pembakaran dupa (bukhur). Tradisi semacam itu bukan sesuatu yang tanpa dasar, berikut penjelasannya :

كان بن عمر إذا استجمر استجمر بالوة غير مطراة أو بكأفور يطرحه مع الألوة ثم قال هكذا كان يستجمررسول الله صلى الله عليه وسلم

Apabila Ibnu Umar beristijmar (membakar dupa) maka beliau beristijmar dengan uluwah yang tidak ada campurannya, dan dengan kafur yang di campur dengan uluwah, kemudian beliau berkata; "Seperti inilah Rosululloh SAW, beristijmar". (HR.Nasa'i No.5152)

Imam Nawawi mensyarahi hadits ini sebagai berikut:

الاستجمار هنا استعمال الطيب والتبخر به وهو مأخوذ من المجمر وهو البخور وأما الألوة فقال الاصمعي وأبو عبيد وسائر أهل اللغة والغريب هي العود يتبخر به

Yang di maksud dengan istijmar di sini ialah memakai wewangian dan berbukhur "berdupa" dengannya. Lafadz istijmar itu di ambil dari kalimat Al Majmar yang bermakna al bukhur "dupa" adapun Uluwah itu menurut Al Ashmu'i dan Abu Ubaid dan seluruh pakar bahasa arab bermakna kayu dupa yang di buat dupa. (Syarah Nawawi ‘Alaa Muslim: 15/10.)

Di tambah komentar Imam Nawawi tentang hadits tersebut:

ويتاكد استحبابه للرجال يوم الجمعة والعيد وعند حضور مجامع المسلمين ومجالس ألذكر والعلم

Dan sangat kuat kesunahan memakai wewangian (termsuk istijmar) bagi laki laki pada hari jumat dan hari raya, dan saat menghadiri perkumpulan kaum muslimin dan majlis dzikir juga majlis ilmu. (Syarah Nawawi ‘Alaa Muslim: 15/10)

Dan membakar dupa saat majlis dzikir, atau majlis ta’lim itu sudah di contohkan oleh Imam Malik ra, seperti yang di jelaskan dalam biografi Imam Malik yang di tulis di belakang kitab Tanwirul Hawalik Syarah Muwattho' Malik Imam Suyuti. Juz 3 no 166

قال مطرف كان مالك إذا أتاه الناسخرجت اليهم الجارية فتقول لهم يقول لكم الشيخ تريدون الحديث أو المسائل؟ فإن قالوا المسائل خرج اليهم وافتاهم وان قالوا الحديث قال لهم اجلسوا ودخل مغتسله فاغتسل وتطيب ولبس ثيابا جددا وتعمم ووضع على رأسه الطويلة وتلقى له المنصة فيخرج اليهم وعليه الخشوع ويوضع عود فلا يزال يتبخر حتى يفرغ من حديث رسول اللهصلى الله عليه وسلم

"Mutrif berkata: apabila orang orang mendatangi kediaman Imam Malik, maka mereka di sambut oleh pelayan wanita beliau yang masih kecil lalu berkata kepada mereka, "Imam Malik bertanya apakah anda semua mau bertanya tentang hadits atau masalah keagamaan?

Jika mereka berkata "masalah keagamaan" maka, Imam Malik kemudian keluar kamar dan berfatwa, jika mereka berkata"hadits" maka beliau mempersilahkan mereka untuk duduk, kemudian beliau masuk kedalam kamar mandi, lalu mandi, dan memakai minyak wangi, kemudian memakai pakaian yang bagus, dan memakai sorban. Dan di atas beliau memakai selendang panjang di atas kepalanya, kemudian di hadapan beliau di letakkan mimbar (dampar) dan setelah itu beliau keluar menemui mereka dengan khusu' lalu di bakarlah dupa hingga selesai dari menyampaikan hadits Rosululloh SAW".

مسئلة ج اخراق البخور عند ذكر الله و نحوه كقراءة القرأن و مجلس العلم له اصل فى السنةمن حيث ان النبى صلى الله عليه و سلم يحب الريح الطيب الحسن و يحب الطيب و يستعملها كثيرا بلغة الطلاب ص 54-53

“Membakar dupa atau kemenyan ketika berdzikir pada Allah dan sebagainya seperti membaca Al Qur’an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar dalil dari Hadits yaitu dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Saw menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan beliau pun sering memakainya .” (Bulghat Ath Thullab halaman 53-54).

قال بعض أصحابنا ويستحب أن يبخر عند الميت من حين يموت لانه ربما ظهر منه شئ فيغلبه رائحة البخور

“Sahabat-sahabat kita (dari Imam Syafi’i) berkata: “Sesungguhnya disunnahkan membakar dupa di dekat mayyit karena terkadang ada sesuatu yang muncul maka bau kemenyan tersebut bisa mengalahkan/ menghalanginya.”(Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab juz 5, halaman 160).

Dan masih banyak lagi dalil lainnya yang berkenaan dengan mewangian atau membakar sesuatu yang dapat mengeluarkan bau wangi, tetapi dengan dalil tersebut sudah menjadikan kita yakin dan mantap dalam beramal sholeh.

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi   
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Kautamaan Makan Sahur.


Kautamaan Makan Sahur.

1. Makan sahur termasuk dalam meneladani Nabi SAW. Dan menghidupkan sunnah Rasul.

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS. An Nisaa’ (4) : 80)

Dari Anas Bin Malik ra., Rasulullah bersabda :

مَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ

Barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga. (HR. At Tirmidzi No.2602)

2. Makan sahur mendatangkan keberkahan.

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً

Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Bersahurlah kalian karena sahur mendatangkan keberkahan" (HR. Ahmad No.13208)

3. Makan sahur yang membedakan puasa umat Islam dengan puasanya Ahli Kitab.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ عَن عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ فَصْلًا مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi Telah menceritakan kepada kami Musa dari Bapaknya dari Abu Qais budak Amru bin Ash, dari Amru bin Ash ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya yang membedakan antara puasa kita dengan puasanya Ahli Kitab adalah makan di waktu sahur." (HR. Ahmad No.17095, 17103)

4. Mendapatkan shalawat dari Allah dan para Malaikat.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ

Allah dan para malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur. (Hadits Ibnu Umar, HR. Ibnu Hiban dan Ath Thabrani, di dalam Shahîhut Targhîb wat Tarhîb).

السُّحُورُ أَكْلَةٌ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ

Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun salah seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allâh dan para Malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur. (Hadits Abu Sa‘id Al Khudry, Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : Keberkahan dalam sahur muncul dari banyak sisi, yaitu (karena) mengikuti sunnah, menyelisihi ahli kitab, memperkuat diri dalam ibadah, menambah semangat beraktifitas, mencegah akhlak buruk yang diakibatkan rasa lapar, menjadi pendorong agar bersedekah kepada orang yang meminta ketika itu atau berkumpul bersamanya dalam makan dan menjadi sebab dzikir dan doa di waktu mustajab. (Kitab Khulâshatul Kalâm Syarh Umdah al-Ahkâm, hlm.111)

Didalam bersahur disunnahkan untuk mengakhiri makan sahur.

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً

Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Hisyam telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Anas dari Zaid bin Tsabit radliallahu 'anhu berkata: "Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian Beliau pergi untuk melakanakan shalat. Aku bertanya: "Berapa antara adzan (Shubuh) dan sahur?". Dia menjawab: "Sebanyak ukuran bacaan lima puluh ayat". (HR. Bukhori No.1787 dan Muslim 1837)

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa dalil ini menunjukkan disunnahkannya mengakhirkan makan sahur hingga dekat dengan waktu Shubuh. (Syarh Shahih Muslim, 7 : 184).

Dan masih banyak lagi dali dari manfaat dan keutamaan makan sahur, tapi dengan itu saja sudah cukup untuk membuat kita yakin dalam mengamalkan dan menghidupkan Sunnah Nabi Muhammad SAW dengan melakukan makan sahur ketika hendak berpuasa.

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau 
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس