Rabu, 22 Juli 2020

Kitab Lubabul Hadits Bab 20


Kitab Lubabul Hadits Bab 20

في فضيلة الاستغفار

Keutamaan Istighfar.

قال النبي صلى الله عليه وسلم: لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ وَدَواءُ الذُّنوبِ الاسْتِغْفَارُ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap penyakit ada obatnya, dan obatnya dosa-dosa adalah istighfar.

وقال صلى الله عليه وسلم: لِكُلِّ شَيْءٍ حِلْيَةٌ وَحِلْيَةُ الذُّنُوبِ الاسْتِغْفَارُ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap sesuatu ada perhiasannya dan perhiasan dosa-dosa adalah istigfar.

وقال صلى الله عليه وسلم: مَنِ اسْتَغْفَرَ غَفَرَ الله لَهُ وإنْ كَانَ فارّا مِنَ الزَّحْفِ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa beristighfar maka Allah mengampuninya walaupun pernah kabur dari medan perang.

وقال صلى الله عليه وسلم: مَا أَصَرَّ مَنِ اسْتَغْفَرَ وإنْ عَادَ في اليَوْم سَبْعِينَ مَرَّةً

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidaklah tetap berdosa orang yang beristighfar, meskipun dia kembali berbuat dosa 70 kali dalam sehari.

وقال صلى الله عليه وسلم: مَنِ اسْتَغْفَرَ بَعْدَ الذُّنُوبِ غَفَرَ الله لَهُ فَهُوَ لَها كَفَّارَةٌ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa beristighfar setelah berbuat dosa, maka Allah mengampuninya karena istighfar itu sebagai penebus dosanya.

وقال صلى الله عليه وسلم: إذا كَثُرَ عَلى أَحَدِكُمْ الذُّنُوب فَلْيَطْلُبِ المَغْفِرَةَ بالاسْتِغْفَارِ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Apabila salah seorang dari kalian banyak melakukan dosa maka mintalah ampunan dengan istighfar.

وقال صلى الله عليه وسلم: إذَا كَثُرَتْ ذُنُوبُ أَحَدِكُمْ فَلْيَسْتَغْفِر الله

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Apabila banyak dosa salah seorang dari kalian maka mintalah ampunan kepada Allah.

وقال صلى الله عليه وسلم: الاسْتِغْفَارُ يَأكُلُ الذُّنُوبَ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الحَطَبَ اليابِسَ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Istigfar membakar dosa-dosa bagaikan api membakar kayu bakar yang kering.

وقال صلى الله عليه وسلم: كَثْرَةُ الاسْتِغْفَارِ تَجْلُبُ الرِّزْقَ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Memperbanyak (membaca) istighfar bisa menarik datangnya rizki.

Penjelasan : Orang yang memperbanyak membaca Istighfar setiap harinya maka akan mempermudah menarik datangnya rizki.

وقال صلى الله عليه وسلم: أكْثِرُوا مِنَ الاسْتِغْفَارِ، فَمَنْ  أَكْثَرَ مِنْهُ جَعَلَ الله لَهُ مِنْ كُلِّ غَمٍّ وَهَمٍّ فَرَجا  وَرَزَقَهُ من حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Perbanyaklah membaca istighfar, karena orang yang memperbanyak istigfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar dari setiap kesedihan dan kesusahan, dan memberikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka.

(Kitab Lubabul Hadits – Al Imam Al Hafizh Jalaluddin Abdrurrahman bin Abi Bakar As Suyuthiy, Bab Keutamaan Istighfar, Halaman 50, Penerbit Darul Kutub Al Islamiyyah)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus         
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
           
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس


Selasa, 21 Juli 2020

Tanya jawab tentang kurban (Udhiyah).


Tanya jawab tentang kurban (Udhiyah).

Apakah yang dimaksud dengan Udhiyah (Kurban)?

Udhiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada di hari-hari Idul Adha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Kenapa dinamakan udhiyah?

Penamaan itu dinisbatkan kepada waktu dhuha, karena merupakan waktu yang disyariatkan untuk mulai menyembelih.

Apa saja dalil disyariatkannya Udhiyah?

Dalil dari Al-Qur’an

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

An-Nahr adalah beribadah (dengan berkurban) dan menyembelih pada hari Idul Adha. Inilah pendapat mayoritas Ahli Tafsir sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Jauzi di Zaadul Masiir (9/249)

Dalil dari As-Sunnah

1. Hadits Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah berkurban dengan dua domba putih yang bertanduk yang beliau sembelih dengan tangannya sendiri, sembari mengucapkan basmalah dan bertakbir. Beliau meletakkan kakinya disamping leher domba.” (Muttafaq ‘Alaih)

2. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan basyarnya (kulit/kuku) sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).” (HR. Muslim 5232).

3. Dari Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

“Barangsiapa menyembelih (hewan kurban) setelah shalat (ied) maka ibadah kurbannya telah sempurna dan ia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat.” (HR. Al-Bukhâri 5225).

Dalil dari Ijma’ (Kesepakatan Para Ulama)

Para ulama sepakat akan pensyariatan Udhiyah sebagaimana dikatakan Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (11/95). Namun ada perbedaan pendapat tentang hukum Udhiyah.

Apa hukum dari Udhiyah?

Setelah para ahlul ilmi bersepakat atas pensyariatannya, selanjutnya mereka berbeda pendapat dalam penetapan hukumnya.

Pendapat pertama: Menurut jumhur ulama hukumnya Sunnah Muakkadah. Mereka berdalil dengan hadits berikut ini. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan  salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan basyarnya (kulit/kuku) sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).” (HR. Muslim 5232).

Kemudian riwayat yang shahih dari Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa keduanya pernah tidak berudhiyah karena takut kalau orang-orang menganggapnya wajib.

Pendapat  kedua: Abu Hanifah dan Al Auza’i berpendapat bahwa hukumnya wajib bagi yang mampu.

Pendapat yang tampak (jelas) dalam masalah ini – wallahu a’lam – bahwa hukumnya adalah sunnah muakkadah. Dalil-dalil yang mewajibkan atasnya tidak menunjukkan bahwa hal itu wajib. Baik karena tidak shahihnya dalil tersebut atau amalan itu hanya sebatas perbuatan Nabi. Perbuatan itu tidak sampai pada perintah wajib (walaupun dikerjakan Nabi), sebagaimana yang ditetapkan dalam ilmu ushul. Akan tetapi bagi orang yang mampu tidak lantas meninggalkan amalan ini karena di dalamnya mengandung ibadah kepada Allah SWT dan para ulama bersepakat atas pensyariatannya.

Apakah Udhiyah juga disyariatkan kepada setiap keluarga?

Udhiyah disyariatkan kepada setiap keluarga. Sebagaimana sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya wajib bagi setiap keluarga pada tiap tahunnya berkurban dengan satu hewan sembelihan.” (HR. Ahmad (20207) dan at-Tirmidzi berkata, Hasan Gharib)

Berdasarkan atas hal ini, maka (satu hewan kurban) berlaku untuk semua penghuni rumah (Sunnah Kifayah, yaitu : Disunnahkan dilakukan oleh sebuah keluarga dengan menyembelih 1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada di dalam rumah).

Apa hikmah disyariatkannya Udhiyah?

Hikmahnya untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan perintah-Nya. Diantaranya adalah dengan mengalirkan darah. Maka di sini, menyembelih hewan udhiyah lebih utama dari mensedekahkan nilainya – menurut mayoritas ulama –. Ketika hewan udhiyah itu lebih mahal, lebih gemuk, dan lebih sempurna, maka itulah yang lebih utama. Dari sinilah para sahabat radhiyallahu ‘anhum memilih hewan udhiyah yang gemuk. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari: Yahya bin Sa’id berkata: Aku pernah mendengar Abu Umâmah bin Sahl berkata, “Dahulu kami menggemukkan hewan kurban di Madinah dan kaum muslimin juga pada menggemukkannya.”

Bagaimana cara pembagiannya?

Ada beberapa pendapat tentang hal ini.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Sepertiga dimakan, sepertiga diberikan kepada yang dikehendaki, dan sepertiga disedekahkan kepada orang-orang miskin”

Ada yang mengatakan: setengah dimakan sendiri dan setengah lagi disedekahkan.

Yang rajih adalah dimakan, dihadiahkan, disedekahkan, dan terserah dimanfaatkan sekehendaknya. Namun ketika seluruhnya disedekahkan, inilah yang paling utama.

Bolehkah menghadiahkan hewan udhiyah kepada orang kafir?

Diperbolehkan menghadiahkan hewan udhiyah kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum Muslimin jika orang yang sudah mendapat pembagian daging kurban, lalu daging tersebut boleh di jual atau diberikan kepada siapapun termasuk kepada orang kafir.

Bagaimana jika cacat dari hewan udhiyah baru diketahui setelah hewan itu dibeli?

Bagi yang membeli hewan udhiyah, kemudian di tengah jalan terjatuh atau mengalami cacat, maka hewan itu tetap disembelih. Tidak ada dosa atas hal ini karena pemiliknya tidak melampaui batas (tidak sengaja). Ini termasuk udzur dalam syariat.

Bolehkah berhutang untuk membeli hewan udhiyah?

Dibolehkan membeli hewan udhiyah dengan berhutang ketika diyakini mampu untuk dilunasi. Jika hutangnya sudah terlampau banyak – di samping hutang untuk berudhiyah, maka lebih didahulukan untuk melunasi hutang untuk menghindari tanggungan.

Apakah boleh berudhiyah untuk orang lain?

Diperbolehkan berudhiyah untuk orang lain yang tidak mampu berkurban, tetapi harus seizinnya, Jika orang lain ini mampu, maka kewajiban berkurban dibebankan kepadanya.

Bolehkah menghibahkan hewan udhiyah kepada orang yang membutuhkan agar dia bisa berudhiyah dengannya?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membagikan hewan-hewan udhiyah kepada para sahabatnya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari. Ini merupakan dalil bahwa orang kaya bisa membagi hewan-hewan udhiyah kepada fakir miskin agar mereka bisa berudhiyah.

 Apa yang disunnahkan dalam berudhiyah?

Lebih utama adalah berudhiyah dengan hewan sehat, yang paling gemuk, paling mahal harganya, dan paling disukai, dan paling banyak dicari untuk dijadikan hewan udhiyah.

Apakah wanita juga tidak memotong rambut dan kukunya saat ia ikut berudhiyah?

Seorang wanita jika dia hendak berudhiyah, maka dia juga tidak memotong rambut dan kukunya berdasarkan hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Hal ini berlaku umum bagi yang berkeinginan untuk berudhiyah, baik pria maupun wanita.

Bagaimanakah ketentuan sapi dan unta?

Sapi dan unta bisa untuk 7 orang atau lebih kurang dari itu. Jika lebih dari 7, maka tidak diperbolehkan. Hadits yang menerangkan hal ini shahih.

Bolehkah seseorang ikut patungan bukan untuk berudhiyah melainkan untuk mendapat hewan jatah daging?

Diperbolehkan mengikut sertakan seseorang yang menginginkan daging untuk ikut patungan dalam menyembelih sapi atau unta, tetapi hanya satu orang untuk kurban kambing dan tujuh orang untuk kurban sapid an unta.

Bagaimana hukum menjual kulit hewan udhiyah?

Orang yang berudhiyah tidak boleh menjual kulit hewan udhiyah. Hal ini karena udhiyah tujuannya adalah memberikan seluruh bagian hewan karena Allah. Apa yang ditujukan karena Allah, maka tidak dibolehkan untuk mengambil bagian darinya. Oleh karenanya, penyembelih hewan juga tidak diberikan sesuatu dari hewan udhiyah itu sebagai upah.

Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim dan lafazh hadits berikut ini adalah miliknya dari ‘Ali radhiyallâhu ‘anu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau, memerintahkan mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin), serta memerintahkanku untuk tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan kurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.” (HR. Muslim no. 1317)

Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar (5/153) mengatakan, “Mereka bersepakat bahwa dagingnya tidak dijual, begitu juga dengan kulitnya. Adapun Al Auza’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyah. Mereka berkata, “Alokasi nilainya itu sebagaimana pengalokasian hewan udhiyah.”

Bolehkah mensedekahkan kulit hewan udhiyah?

Diperbolehkan mensedekahkan kulit kepada orang fakir atau dihadiahkan kepada siapa pun.

Bolehkah seorang fakir menjual daging yang ia terima?

Seorang fakir boleh untuk menjual daging udhiyah yang ia terima.

Bolehkah memberikan hewan udhiyah kepada yayasan sosial?

Diperbolehkan memberikannya ke yayasan sosial seperti halnya dialokasikan kepada orang-orang fakir. Akan tetapi yang lebih utama adalah seseorang menyembelih sendiri, kemudian membagikannya. Hal ini untuk menampakkan syiar dari maksud udhiyah itu sendiri, yaitu untuk beribadah kepada Allah ta’ala.

Bagaimanakah doa menyembelih hewan udhiyah?

Orang yang menyembelih mengucapkan, Allaahumma hadza ‘anni wa ‘an ahli baiti “Ya Allah ini (hewan sembelihan) dariku dan dari keluargaku.” Sebagaimana riwayat yang tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bolehkah menggabungkan antara aqiqah dan udhiyah?

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat antara satu dengan yang lain. Kalangan Hanabilah dan Muhammad bin Ibrahim, Mufti Arab Saudi di masanya membolehkan hal ini.

Apakah satu hewan udhiyah cukup untuk satu keluarga?

Satu hewan udhiyah cukup untuk satu keluarga berapapun jumlahnya (Sunnah Kifayah, yaitu : Disunnahkan dilakukan oleh sebuah keuarga dengan menyembelih 1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada di dalam rumah).

Bagaimana dengan perihal tasmiyah (membaca basmalah) dan bertakbir atas hewan udhiyah?

Disyaratkan untuk bertasmiyah dan disunnahkan untuk bertakbir. Kemudian menyebutkan siapa yang diinginkan dari nama keluarganya. Walaupun dengan sebutan menyeluruh, seperti mengatakan, “Dan dari keluargaku”. Maka hal ini tidaklah mengapa.

Bagaimana kalau menyebutkan nama seorang yang meninggal dunia dari keluarganya ketika berudhiyah?

Diperbolehkan untuk menyebutkan nama orang yang sudah meninggal ketika berudhiyah. Misalnya dengan mengatakan, “Ya Allah, ini dariku dan dari keluargaku yang masih hidup dan yang sudah meninggal.” Sebagaimana yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, mencakup yang hidup dan yang sudah mati.

Bagaimana hukum wasiat hewan udhiyah dari seorang yang sudah meninggal?

Di sini ada beberapa bahasan:

Jika dari sepertiga hartanya cukup untuk alokasi hewan udhiyah, maka udhiyahnya dilaksanakan.
Jika tidak cukup dari sepertiga hartanya, maka anaknya disunnahkan untuk berudhiyah atasnya, akan tetapi ini tidak wajib. Walaupun wasianya tidak dilaksanakan, maka tidak berdosa. Udhiyah ini dikategorikan sebagai bentuk baktinya seorang anak setelah meninggalnya orang tua.

Bagaimana udhiyahnya seorang yang tinggal di negeri yang tata cara penyembelihannya tidak syar’i?

Barangsiapa yang berada di negeri seperti ini (seperti di Barat), maka ia boleh mengirim uang kepada keluarganya dalam rangka mewakilkan udhiyahnya. Ia pun harus menahan untuk tidak memotong rambut dan kukunya layaknya orang yang berudhiyah.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh orang yang ingin berudhiyah?

Barangsiapa yang ingin berudhiyah, hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya saat masuk pada 10 awal bulan Dzulhijah. Ini berlandaskan pada hadits Ummu Salamah: “Apabila kalian telah melihat hilâl bulan dzulhijjah, dan salah seorang diantara kalian berkeinginan berkurban maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” Dan didalam satu lafazh baginya, “Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kulitnya sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).”

Bagaimana dengan hukum mandi, memakai wangi-wangian, menyisir rambut atau selainnya?

Setiap hal yang tidak disebutkan dalam hadits Ummu Salamah, maka hal itu tidak dilarang. Maka dibolehkan untuk mandi, menyisir rambut, memakai wangi-wangian, mengenakan baju, jima’, memakai pacar, dan selainnya.

Apakah keluarga yang ikut udhiyah juga harus membiarkan kuku dan rambutnya untuk tidak dipotong?

Keluarga tidak diharuskan melakukan hal ini. Keharusan itu berlaku bagi orang yang berudhiyah, yaitu orang yang membelinya dan yang berudhiyah dengannya.

Bagaimana hukum seorang yang lupa, tidak membiarkan rambut dan kukunya tumbuh?

Orang yang berada dalam kondisi seperti ini tidak apa-apa, dikarenakan keumuman dalil yang melandasi hal ini bahwa orang yang lupa tidak berdosa.

Bagaimana hukum seorang yang menyengaja memotong kuku dan rambutnya?

Seorang yang melakukan perbuatan ini hukumnya dosa. Dia harus bertaubat dan istighfar. Kemudian ia tetap berudhiyah dan tidak ada kafarat baginya. Sebagaimana seorang yang berbuat hal-hal haram. Sesungguhnya hukum asal ibadah adalah tidak membatalkan (sah udhiyahnya) dan diharuskan bertaubat, tetapi menurut jumhur ulama mengatakan hukumnya Sunnah walaupun sebagian ada yang mengatakan haram tetapi walaupun berdosa tidak ada kafaratnya bagi yang memotong dengan sengaja.

Apakah orang yang berhaji juga melakukan udhiyah?

Udhiyah diwajibkan (Sunnah muakkad) selain kepada orang yang berhaji. Adapun orang yang berhaji, para ahlul ilmu berbeda pendapat atasnya. Yang kuat adalah tidak wajib. Tidak didapati dari para sahabat yang berhaji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka berudhiyah. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim rahimahumallah dan sekumpulan ahlul ilmi merajihkannya.

Bolehkah berudhiyah dengan selain dari hewan ternak?

Selain hewan ternak tidak dibolehkan untuk udhiyah. Dari sini maka tidak dibolehkan berudhiyah dengan ayam, kuda, kijang, atau hewan-hewan sejenisnya.

Bolehkah menjual, menghibahkan, atau menggadaikan hewan udhiyah?

Tidak diperbolehkan untuk melakukan hal-hal tadi, karena tujuan hewan udhiyah adalah untuk di jalan Allah. Setiap yang diperuntukkan di jalan Allah, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan hal-hal tadi.

Bagaimana ketentuan usia hewan udhiyah?

Ad-Dha’n (kambing biasa) berusia 6 bulan, Ma’iz (kambing jawa) berusia 1 tahun, sapi berusia 2 tahun, dan unta berusia 5 tahun.

Hewan sembelihan seperti apakah yang paling utama untuk udhiyah?

Para ulama berbeda pendapat tentang jenis hewan apakah yang lebih utama untuk udhiyah. Pendapat yang rajih bahwasanya hewan yang utama secara berurutan adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, kemudian yang termasuk budnah – sapi atau unta –. Imam Bukhari (2001) meriwayatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat Jumat:

“Barangsiapa mandi hari Jumat seperti mandi janabat lalu berangkat pada waktu yg pertama, maka seakan ia telah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa berangkat pada waktu yg kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu yg ketiga, maka seakan dia berkurban dengan seekor kambing. Barangsiapa berangkat pada waktu yg keempat, maka seakan dia berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu yg kelima, maka seakan dia berkurban dengan sebutir telur. Maka jika imam telah datang, para malaikat hadir untuk mendengarkan khutbah.”

Apa saja syarat-syarat dalam udhiyah?

Mampu, maksudnya adalah mampu untuk membeli hewan udhiyah.
Hewan udhiyah adalah dari hewan ternak.
Hewan udhiyah tidak cacat.
Penyembelihan di waktu-waktu yang ditentukan oleh syar’i.

Apa saja jenis-jenis cacat dari hewan udhiyah?

* Buta matanya, yaitu sudah tidak bisa melihat atau terkena sakit belek dan katarak, atau matanya memutih yang menunjukkan bahwa hewan itu sudah buta.
* Sakit, yaitu sakit yang menghalanginya dapat dikategorikan sebagai hewan ternak yang sehat. Seperti demam yang menghambatnya berjalan atau menghilangkan selera makannya. Dan sakit kudisan yang parah, sehingga berpengaruh pada dagingnya atau berefek pada kesehatannya atau luka dalam yang berefek pada kesehatan atau sejenisnya.
* Pincang, yang dapat mengahalangi hewan itu berjalan tegak lurus.
* Sangat kurus seperti tidak memiliki sumsum. Lemah yang dapat menghilangkan kesadarannya. dalam kitab al-Muwaththâ`dari sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya apa yang harus dihindari dari binatang kurban? Lalu beliau memberikan isyarat dengan tangannya seraya berkata: “Ada empat: Pincang yang jelas kepincangannya, aura` (rusak sebelah matanya) yang jelas a’warnya, sakit yang jelas sakitnya, dan kurus yang tidak mempunyai sum-sum.” Diriwayatkan oleh Imam Mâaik dalam Muwaththa` dari Hadits al-Barra` bin ‘Azib dan dalam satu riwayat dalam kitab sunan darinya radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri ditengah-tengah kami lalu bersabda, “Ada empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban.”

Bagaimana dengan cacat yang lebih berat dari kriteria di atas?

Tidak diperbolehkan berudhiyah dengan hewan yang memiliki cacat melebihi kriteria di atas, baik cacat dalam bentuk apapun dari kategori di atas.

agaimana hukum berudhiyah dengan hewan yang buntung?

Para ulama berbeda pendapat atas hewan yang terpotong ekornya. Yang shahih adalah diperbolehkan karena dagingnya tidak berpengaruh atasnya dan juga tidak membahayakan. Ini adalah pendapat Ibnu Umar, Ibnu Musayyib dan selainnya.

Bagaimana berudhiyah dengan hewan yang dikebiri?

Diperbolehkan berudhiyah dengan hewan yang dikebiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berudhiyah dengan 2 domba yang dikebiri. Hal ini karena tidak berpengaruh buruk kepada daging yang disembelih. Inilah pendapat jumhur ulama. Ibnu Qudamah berkata: tidak ada khilaf sebagaimana yang kami ketahui.

Kapankah hewan boleh disembelih?

Menyembelih hewan udhiyah adalah setelah shalat ied hingga 3 hari setelahnya. Yaitu pada hari-hari tasyriq hingga terbenamnya matahari pada hari keempat dari hari ied. Yang lebih utama adalah menyegerakan untuk menyembelih sebagai bentuk bercepat-cepat dalam kebaikan.

Kapan waktunya?

Boleh menyembelih pada siang hari atau malam hari, terserah waktunya. Tidak ada waktu khusus dalam hal ini.

Bagaimana ketentuan hewan udhiyah yang melahirkan?

Jika hewan udhiyah melahirkan, maka anaknya juga ikut disembelih mengikuti induknya. Ini karena induknya ditujukan di jalan Allah, maka anaknya mengikuti induknhya. Inilah yang diambil jumhur ulama.

Bolehkah mewakilkan kepada orang lain untuk menyembelih?

Yang lebih utama adalah menyembelih sendiri. Namun kalau ia ingin mewakilkan, maka tidak mengapa jika yang diwakilkan itu muslim. Jika orang kafir, maka tidak halal.

Bagaimana jika hewan udhiyah mati, dicuri atau hilang sebelum disembelih?

Jika hewan udhiyah mati, dicuri, atau hilang sebelum disembelih maka tidak ada tanggungan bagi pemiliknya, ia tidak mengganti jika tidak melampaui batas/ tidak sengaja. Jika melampaui batas, maka ia harus mengganti sebagaimana titipan.

Bagaimana jika terjadi kekeliruan dalam menyembelih?

Jika terjadi kekeliruan dalam menyembelih, di mana seseorang mengambil hewan milik orang lain, maka tidak ada dosa baginya. Satu sama lain sama-sama saling mencukupi dan diberi balasan. Sesungguhnya kesalahan dan lupa itu dimaafkan.

Apa saja yang dimakruhkan dalam menyembelih?

* Saat mengasah pisau sembelihan, dilihat oleh hewan yang akan disembelih.
* Menyembelih hewan sembelihan sedang hewan yang lain melihat.
* Menyakiti hewan sembelihan dengan memukul tengkuk atau kakinya

Bolehkah menyembelih hewan pada hari ied kemudian mengadakan walimah setelahnya?

Boleh saja seorang yang menyembelih hewan udhiyah pada hari-hari tasyriq, karena hal ini masih masuk dalam kategori tujuan disyariatkannya udhiyah.

Bagaimana jika seseorang ingin berudhiyah di sebuah negeri sedangkan keluarganya di negeri yang lain?

Seorang yang berada di negeri yang berbeda dari keluarganya misalnya karena bekerja, maka diperbolehkan bagi mereka untuk menyembelih di negeri ia bekerja. Dan boleh bagi mereka untuk mewakilkan keluarganya dalam penyembelihan.

Bagaiamana jika seseorang memiliki hutang padahal ada syariat udhiyah?

Ia hendaknya lebih mendahulukan untuk melunasi hutang, karena ini lebih penting dan lebih wajib.

Apakah boleh berudhiyah dengan khonsa (berkelamin ganda)?

Para ulama berbeda pendapat tentang udhiyah dengan khonsa. Yang benar adalah boleh melakukannya karena bukan merupakan aib ada di dalam hadits.

Bagaimanakah cara menyembelih hewan udhiyah?

Disunnahkan untuk menyembelih dengan tangannya sendiri. Jika menyembelih sapi atau kambing ia rebahkan di atas rusuk kirinya dengan menghadap ke kiblat. Kemudian menaruh kakinya di sisi lehernya. Kemudian ketika menyembelih mengucapkan: “Bismillah wallaahu akbar, Allahumma hadza minka wa laka, Allaahumma hadza ‘anni (Bismillah wallahu akbar, ya Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu, ya Allah ini dariku (atau: Allahumma taqabbal minni/ ya Allah terimalah dariku) wa ‘an ahli baiti (dan dari keluargaku) atau dari sifulan (jika hewan kurban tersebut adalah wasiat).

Bolehkah menyembelih hewan udhiyah di malam ied?

Seseorang yang menyembelih hewan udhiyah pada malam ied, lantaran saking banyaknya antrian untuk disembelih tukang jagal, maka sembelihannya dianggap sembelihan biasa. Ia harus mengganti dengan kambing yang lain.

Manakah yang lebih utama antara menyembelih kurban dan bershadaqah dengan nilainya?

Yang lebih utama adalah menyembelih kurban sebagaimana perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama membedakan antara berkurban untuk yang hidup, yang lebih utama adalah menyembelih. Sedangkan berkurban untuk orang mati yang lebih utama adalah bersedekah dengan nilainya. Ini karena sedekah atas orang mati disepakati keberadaannya oleh para ulama. Ini adalah pendapat yang lebih kuat. Ibnu Musayyib berkata, “Aku lebih suka berkurban dengan satu kambing daripada bersedekah dengan 100 dirham.”

Apakah seorang musafir juga diharuskan berkurban?

Para ulama berbeda pendapat atas hal ini. Yang benar adalah bahwa safar selain haji tidak menghalangi untuk berudhiyah. Ini adalah perkataan jumhur ulama, dilihat dari keumuman dalil yang ada.

Bolehkah berkurban dengan kambing yang belum mencapai umur?

‘ajul musminah adalah hewan yang belum mencapai umur penyembelihan menurut syar’i, namun pemiliknya sudah menghargai kambing ini dan menilanya sudah mencapai timbangan umur yang sudah ada. yang benar adalah tidak diperbolehkan mengurangi umur karena hal itu sudah diterangkan dalam hadits. Tujuan udhiyah di sini bukan karena dagingnya, tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah.

Apa warna hewan udhiyah yang paling utama?

Yang lebih utama adalah seperti udhiyahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu warna Amlah (yang berwarna hitam dan putih, namun dominan di putih). Dikatakan juga bahwa warna yang seperti debu.

Bagaimana jika waktu penyembelihan sudah terlewat?

Jika waktu menyembelih terlewat, akan menjadi daging sembelihan biasa. Jika berkenan, hewan itu disembelih dan dibagikan kepada para fakir dan mendapatkan pahala sedekah. Jika tidak, maka hewan tersebut bukan termasuk hewan udhiyah menurut pendapat yang sahih dari para ulama.

Bolehkah memerah susu dari hewan udhiyah?

Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Yang benar adalah diperbolehkan bagi pemiliknya untuk memerah susunya untuk anak dari si induk asalkan tidak membahayakan hewan tersebut. Diriwayatkan Al Baihaqi dari Mughirah bin Hadzf al ‘absyi ia berkata, “Kami pernah bersama Ali radhiyallahu ‘anhu di Rahbah, lalu datang seorang laki-laki dari Hamdân yang tengah menggiring sapi yang diiringi oleh anaknya, lalu ia berkata, “Aku (baru saja) membelinya untuk aku kurbankan namun ia baru saja melahirkan.” Ali berkata, “Janganlah kamu minum susunya kecuali yang lebih dari (keperluan) anaknya dan apabila tiba hari ‘Id maka sembelihlah ia dan anaknya untuk tujuh (orang).”

Bolehkah mencukur bulu hewan udhiyah?

Mencukur bulu yang ada di hewan udhiyah jika lebih bermanfaat maka boleh. Sebagaimana ketika terjadi musim semi agar ia mudah bergerak dan menjadi gemuk. Maka hal ini boleh dilakukan dan bulunya disedekahkan.

Adapun jika tidak memberikan madharat karena dekat dengan masa penyembelihan, atau ketika ada bulunya itu justru bermanfaat untuk melindunginya dari panas dan dingin, maka hal ini tidak boleh. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah.

Bolehkah menyimpan daging hewan udhiyah?

Ada hadits yang tsabit dan shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang menyimpan daging hewan udhiyah di salah satu tahun, kemudian mengijinkannya setelah itu. Jadi, larangan untuk menyimpan daging di sini menjadi mansukh (diganti atau di hapu). Jadi boleh menyimpan daging kurban yang sudah diterima, Inilah yang dikatakan jumhur ulama.

Bolehkah memanfaatkan kulit hewan sembelihan?

Yang benar adalah dibolehkan memanfaatkan kulit hewan sembelihan sebagaimana riwayat yang shahih dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata: Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada beberapa keluarga dari penduduk suatu desa berdatangan (menanyakan) tentang daging kurban. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Simpanlah selama tiga hari, kemudian shadaqahkanlah sisanya’. Namun setelah itu, kemudian mereka mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang membuat tempat air dari (kulit) hewan qurban, lalu mereka mengisinya dengan samin’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: ‘Apa maksudnya?’ Mereka menjawab: ‘Anda telah melarang makan daging kurban lewat dari tiga hari’. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Hanyasanya saya melarang kamu sekalian karena masih banyak orang yang membutuhkan; maka makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah’.”

Bolehkah mengganti hewan udhiyah yang sudah dibeli dengan hewan yang lebih baik?

Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Yang lebih benar adalah perkataan jumhur dari Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah bahwa boleh mengganti dengan yang lebih baik. Ini karena mengganti hak yang diperuntukkan untuk Allah itu menjadi lebih lebih utama jika diganti dengan yang lebih baik.

Bolehkah membawa hewan udhiyah dari asal negerinya keluar dari negerinya?

Hukum asalnya adalah hewan udhiyah tidak dibawa ke luar daerah/ negeri untuk dibagikan kepada orang fakir dan membutuhkan yang ada di negerinya, ini dikiyaskan kepada zakat. Jika hal itu memang dibutuhkan dan ada maslahat, maka wajib menjaganya. Seperti ketika terdapa para fakir di sebuah negeri yang lebih membutuhkan, maka hal itu diperbolehkan.

Bolehkah orang yang berudhiyah memotong rambut atau kukunya karena rasa sakit padahal ia masih dalam jangka waktu larangan memotong?

Barangsiapa yang kukunya retak atau tersakiti dengan rambutnya, sedang ia dalam kondisi ihram, maka ia boleh memotongnya. Tidak ada dosa baginya. Ini juga bukan termasuk pelanggaran syariat dikarenakan hal itu untuk menjaga dirinya dan menghilangkan bahaya darinya. Ini adalah kemudahan dari Allah.

Wallahu a’lam bishowab.

(Referensi dari berbagai sumber)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/

Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus         
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
           
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس



Senin, 20 Juli 2020

Dzul Hijjah (Amalan Bulan Dzul Hijjah).


Dzul Hijjah (Amalan Bulan Dzul Hijjah).

Dalil puasa sunnah di 9 hari pertama pada bulan Dzul Hijjah.

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, bahwa salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzul Hijjah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya. (HR. Ahmad No. 22334, Abu Daud No. 2437 dan Baihaqi 4/284-285)

Puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah. Hukumnya sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah haji.

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ اْلأنْصَارِيِّ رضي الله عنه، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ 

Dari Abi Qotadah ra, Rosulullah saw bersabda: "Saya mengharap kepada Allah agar puasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) menghapuskan dosa tahun sebelumnya dan tahun yang sesudahnya". (HR. Muslim No.196, Tirmizdi No.749 dan Ibnu Majah No 1756)

Imam An Nawawi mengatakan: Puasa hari Arofah dapat menghapuskan dosa dua tahun, yaitu dosa-dosa kecil. 

Dalil bolehnya berpuasa di hari Tarwiyyah (8 Dzul Hijjah) dan disunnahkan oleh sebagian ulama untuk berpuasa pada hari Tarwiyyah (8 Dzul Hijjah).

Dalil yang menjadi pegangan anjuran puasa Tarwiyyah (8 Dzul Hijjah) dan Arofah (9 Dzul Hijjah),

صوم يوم التروية كفارة سنة وصوم يوم عرفة كفارة سنتين (أبو الشيخ ، وابن النجار عن ابن عباس)

Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu. Sedangkan puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah) akan mengampuni dosa dua tahun. (Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan Ibnu An Najjar dari Ibnu ‘Abbas)

Di sepuluh hari pertama dibulan Dzul Hijjah selain disunnahkan untuk banyak beribadah, berdzikir (Tasbih, Tahlil dan Takbir) dan berpuasa, terutama berpuasa pada tanggal 8 dan 9 pada bulan Dzul Hijjah, juga hendaknya perbanyaklah membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU LAA SyARIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYI  WA YUMITU WA HUWA ‘ALAA KULLI SyAI’IN QODIIR
                                                                                                                                         
(Tiada  Tuhan  selain  Allah  Maha  Tunggal dan tiada  sekutu  bagi Nya,  bagi Nya Kerajaan alam semesta  dan  bagi  Nya  segala  pujian.  Maha  menghidupkan  dan  Maha  mewafatkan dan Dia Allah berkuasa atas segala sesuatu),

BACALAH kalimat mulia tersebut setiap harinya minimal 100 kali atau lebih maka itu lebih utama selama dibulan Dzul Hijjah.

Hendaknya untuk berdzikir ini selama dibulan Dzul Hijjah, bacalah setiap harinya sebanyak 3000x, atau 1000x, atau 300x atau minimal 100x dalam setiap hari, maka kalian akan beruntung kelak diakhirat, inilah yang dibaca selama dibulan Dzul Hijjah:

سُبْحَانَ اللَّه وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُوَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

SUBHAANALLAAHI WALHAMDULILLAAHI WA LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBARU WA LAA HAULA WA LAA QUWWA ILLA BILLAAHIL ‘ALIYYIL AZhIIM(I).

Artinya: Maha Suci Allah dan Segala Puji bagi Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar dan Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan AIIah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

Sebagian ulama menganjurkan untuk membaca dzikir ini untuk dibaca setiap hari sebanyak 10 kali mulai dari tanggal 1 hingga 10 Dzul Hijjah, inilah dzikirnya:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ اللَّيَالِيْ وَالدُّهُوْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ اْلأَيَّاِم وَالشُّهُوْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ أَمْوَاجِ الْبُحُوْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ أَضْعَافِ اْلأُجُوْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ الْقَطْرِ وَالْمَطَرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ أَوْرَاقِ الشَّجَرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ الشَّعْرِ وَالْوَبَرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ الرَّمْلِ وَالْحَجَرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ الزَّهْرِ وَالثَّمَرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ أَنْفَاسِ الْبَشَرِ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ لَمْحِ الْعُيُوْنِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ مَا كَانَ وَمَا يَكُوْنُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ تَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ فِي اللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ فِي الصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ الرِّيَاحِ فِي الْبَرَارِيْ وَالصُّخُوْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ يُنْفَخُ فِي الصُّوْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ خَلْقِهِ أَجْمَعِيْنَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADAL LAYALII WAD DUHUUR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADAL AYYAAMI WASyUHUUR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADA AMWAAJIL BUHUUR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADA ADh’AAFIL UJUUR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADAL QOThRI WAL MAThOR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADA AUROOQISy SyAJAR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADASy SyA’RI WAL WABAR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADAR ROMLI WAL HAJAR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADAZ ZUHURI WATs TsAMAR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADA ANFAASIL BASyAR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADA LAMHIL ‘UYUUN(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADA MAA KAANA WA MAA YAKUUN,
LAA ILAAHA ILLALLAHU TA’AALAA ‘AMMAA YASyRIKUUN,
LAA ILAAHA ILLALLAHU KhOIRU(N/M) MIMAA YAJMA’UUN,
LAA ILAAHA ILLALLAHU FIL LAILI IDzAA ‘AS’AS,
LAA ILAAHA ILLALLAHU FISh ShUBHI  IDzAA TANAFFAS,
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADAR RIYAAHI FIL BAROORII WASh SHUKhUUR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU MIN YAUMINAA HADzAA ILAA YAUMI YUNFAKhU FISh ShUUR(I),
LAA ILAAHA ILLALLAHU ‘ADADA KhOLQIHI AJMA’IIN,
LAA ILAAHA ILLALLAHU MIN YAUMINAA HADzAA ILAA YAUMID DIIN.

Artinya: Tiada Tuhan selain Allah sebanyak / sepanjang malam-malam dan masa, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak hari-hari dan bulan-bulan, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak ombak di lautan, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak pelipat gandaan pahala-pahala, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak rintik-rintik hujan, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak dedaunan di pohon-pohon, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak rambut dan bulu, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak pasir dan batu, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak bunga dan buah, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak hembusan nafas manusia, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak kedipan mata, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, Tiada Tuhan selain Allah Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan, Tiada Tuhan selain Allah lebih baik dari segala yang mereka kumpulkan (dari harta benda), Tiada Tuhan selain Allah pada malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, Tiada Tuhan selain Allah pada waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak angin (yang bertiup) di gurun dan tanah berbatu, Tiada Tuhan selain Allah mulai hari ini hingga hari di mana ditiup sangkakala, Tiada Tuhan selain Allah sebanyak seluruh makhluk-Nya, Tiada Tuhan selain Allah mulai hari ini hingga hari pembalasan. (Kitab Kanzun Najaah Was Suruur - Syeikh ‘Abdul Hamid ibn Muhammad ‘Ali Quds)

Di hari Nahr (10 Dzul Hijjah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk berqurban bagi yang mampu sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, dengan dalil qurban berikut ini:

عن عائشة أنّ رسول اللَّهِ صلّى اللَّهُ عليه وسلّم قال ما عمل آدميٌّ من عمل يوم النّحر أحبّ إلى اللَّهِ من إهراق الدّم إنّها لتأْتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها وأنّ الدّم ليقع من اللَّهِ بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا قال وفي الباب عن عمران بن حصين وزيد بن أرقم قال أبو عيسى هذا حديث حسن غريب لا نعرفه من حديث هشام بن عروة إلَا من هذا الوجه وأبو المثنّى اسمه سليمان بن يزيد وروى عنه ابن أبي فديك قال أبو عيسى ويروى عن رسول اللَّهِ صلّى اللَّهُ عليه وسلّم أنّه قال في الأضحيّة لصاحبها بكلّ شعرة حسنة ويروى بقرونها

Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam pada hari Nahr (Idul Adhha) yang lebih dicintai oleh Allah selain dari pada mengucurkan darah (hewan kurban). Karena sesungguhnya ia (hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban." Ia berkata; "Dalam bab ini ada hadits serupa dari Imran bin Hushain dan Zaid bin Arqam." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan gharib, kami tidak mengetahui hadits ini dari Hisyam bin Urwah selain dari jalur ini. Dan Abul Mutsanna namanya adalah Sulaiman bin Yazid. Dan Abu Fudaik telah meriwayatkan hadits darinya." Abu Isa berkata; "Telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Bahwasanya beliau pernah bersabda tentang kurban; "Pemiliknya akan mendapat satu kebaikan dari setiap bulunya." Dalam riwayat lain, "Dengan setiap tanduknya." (HR. At Tirmidzi No.1413 dan Ibnu Majah No.3117)

حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Telah menceritakan kepada kami Abu Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Abdullah bin 'Ayyasy dari Abdurrahman bin Hurmuz Al A'raj dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Barangsiapa mendapatkan kelapangan dalam rizki namun tidak mau berkurban maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami." (HR. Ahmad No.7924 dan Ibnu Majah No.3114)

Orang yang berkurban hendaknya jangan memotong kuku dan rambutnya (Hukum Makruh) setelah masuk tanggal 1 Dzul Hijjah sampai hewan tersebut di sembelihnya dengan dalil berikut ini:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا قِيلَ لِسُفْيَانَ فَإِنَّ بَعْضَهُمْ لَا يَرْفَعُهُ قَالَ لَكِنِّي أَرْفَعُهُ

Dari Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika telah masuk sepuluh hari (pertama di bulan Dzul Hijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun." Dikatakan kepada Sufyan, "Sebagian orang tidak memarfu'kan (hadits ini)?" Sufyan menjawab, "Akan tetapi saya memarfu'kannya." (HR. Muslim No.3653, Ibnu Majah, An Nasa’I dan Ahmad)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @shulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : https://telegram.me/habibshulfialaydrus
LINE : shulfialaydrus         
Facebook : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
           
Penulis dan pemberi ijazah : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس