Selasa, 31 Maret 2020

Contoh-contoh Memperbanyak Niat.


Contoh-contoh Memperbanyak Niat.

Dari Amirul Mukminin Abi Hafsh Umar bin Khattab ra. Berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: "Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat dan sesungguhnya setiap orang beroleh sesuatu sesuai niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya diniatkan kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya sampai kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang berhijrah demi mengejar dunia atau demi mengejar gadis yang hendak dinikahinya maka hijrahnya sampai kepada apa yang ditujunya.". (Muttafaq Alaih, HR. Imam Bukhari & Muslim). 

A. Niat masuk dan duduk di dalam masjid. 

Imam Ghozali Rohimahullah berkata : "Jika engkau hendak masuk atau duduk di dalam masjid, maka engkau mampu untuk memperbanyak niat hingga  8 niat :
1. Engkau harus berkeyakinan bahwa masjid adalah rumah Allah SWT, dan sungguh seorang yang memasukinya berarti menziarahi Allah, karena itu niatlah mengunjungi Allah SWT. Rasul SAW bersabda : "Barang siapa yang duduk di dalam masjid maka ia berarti menziarahi Allah, dan kewajiban seorang yang diziarahi (dikunjungi) adalah memuliakan peziarah tersebut.”.
2. Niat menjalin hubungan baik dengan Allah. Allah berfirman : "Bersabarlah kalian serta jalinlah hubungan baik dengan Allah.”.. Sebagian ulama mengatakan : "Sebaiknya juga niat menunggu sholat setelah mengerjakan sholat.”.
3. Niat beri'tikaf.Arti i'tikaf adalah menjaga pendengaran, penglihatan dan seluruh anggota tubuh lainnya, dari gerakan-gerakan yang biasa dilakukan, karena hal tersebut suatu bagian dari puasa. Rasulullah SAW bersabda : "Kehidupan seorang pemimpin dari umatku adalah ia suka duduk dalam masjid.”.
4. Niat menyendiri dan menghindari hal-hal yang menyibukkannya, agar ia bisa melazimkan tafakur dalam hal akherat, serta bagaimana ia akan menyiapkan amal-amal untuk kehidupan akherat.
5. Berniat meluangkan waktu dalam rangka berdzikir kepada Allah atau mendengarkan dzikir serta memperdengarkan dzikir kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang pergi ke masjid kemudian ia berdzikir dan mengajak orang berdzikir  maka ia sama halnya dengan seorang yang berjihad Fi Sabilillah.”.
6. Niat memanfaatkan ilmu, memperingatkan orang-orang yang salah dalam sholat, serta beramar ma'ruf dan nahi munkar, hingga dengan hal tersebut seseorang lebih mudah dalam mengerjakan kebaikan : "Maka orang tersebut termasuk dalam orang-orang yang mengerjakan kebaikan.”.
7. Niat dengan duduknya di dalam masjid, ia bisa meninggalkan dosa-dosa karena malu pada Allah, dengan cara ia perbaiki niat dalam hatinya, ucapannya dan gerak-geriknya, hingga ia merasa malu kalau ia harus terus-menerus menerjang perturan-peraturan Allah SWT.
8. Niat mencari manfaat dari sesama saudara karena Allah, karena hal tersebut merupakan keuntungan serta tabungan untuk akheratnya, dan masjid merupakan tempat berkumpulnya orang yang mencintai karena Allah.”..

Oleh karena itu niatkanlah seluruh amal-amal baik sesuai dengan niat-niat yang telah di sebutkan, karena dengan keberadaan niat-niat baik tersebut suatu amal akan menjadi semakin bersih dan akan dimasukkan dengan amal-amal orang-orang yang dekat dengan Allah seperti halnya dengan ketiadaan niat atau kurangnya niat suatu amal akan mengakibatkan di golongkannya amal tersebut dengan amalan syayatin na'udzubillah min dzalik.

B. Niat-niat memakai wewangian dan semisalnya.

Al Habib Ahmad bin Zein Al Habsy menukil perkatan Al  Habib Abdullah bin Alwy Al Haddad di dalam suatu kitabnya, yaitu Syarhul 'Ainiyyah yaitu :

Engkau harus selalu berusaha dan memperbaiki dan memperbanyak niat-niat baik pada suatu amalan serta hendaknya engkau selalu bermuroqobah dan khusu' kepada Allah.
Atas dasar perkataan Al Habib Abdullah bin Alwy Al Haddad tersebut, mengandung arti bahwa memperbanyak niat itu tergantung pada kesungguhan seorang  hamba dalam mencari kebaikan dan keluasan ilmunya. Karena dengan memperbanyak niat akan membersihkan dan melipatgandakan suatu amalan.
Adapun maksiat tidak berarti dengan niat, seperti seorang yang ghibah kepada saudaranya yang muslim dengan niat menyenangkan hati saudaranya yang lain, karena ghibah adalah maksiat maka niat baik tersebut tidak berarti untuk suatu perkara maksiat.
Adapun suatu yang mubah akan menjadi ibadah, dan orang yang mengamalkannya tergolong sebagai Ahli Siddiq, apabila diniatkan dengan niat-niat yang baik dan sungguh-sungguh. Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang memakai wewangian karena Allah maka ia akan datang kelak di hari kiamat dengan bau yang lebih wangi dan harum dari pada misik.”.

Berikut ini contoh niat memakai wewangian adalah :
1. Mengikuti sunah Rasululallah SAW di hari Jum'at.
2. Mengagungkan dan memuliakan Masjid dengan bau wangi tersebut.
3. Memuliakan syiar-syiar Allah dan orang-orang yang berada dalam masjid.
4. Meyenangkan orang-orang yang duduk di sampingnya atau melewatinya.
5. Menghindari bau-bau busuk yang mengganggu orang lain.
6. Menjaga seorang dari ghibah karena perbuatannya.Dan termasuk juga niat ketika menggunakan wewangian adalah :
7. Niat menguatkan akal agar akal bertambah kuat dalam memahami Agama Allah. Seperti yang dikatakan  Imam Syafi'I RA. : "Barangsiapa wangi baunya maka akan bertambah Akal dan fikirannya.”.

Ketahuilah bahwa niat-niat diatas adalah niat-niat ketika memakai wewangian, akan tetapi itu semua bisa dikerjakan bagi seseorang yang menganggap bahwa bisnis akherat dan kehidupan akherat jauh lebih penting dan utama dari pada dunia serta kehidupannya.  Bagi orang yang menganggap bahwa dunia dan kehidupannya adalah segala-galanya baginya, maka ia tidak akan bisa menjalankan niat-niat yang tersebut di atas, walaupun terlintas dalam hatinya niat-niat tersebut.   Sebab niat sesungguhnya adalah tujuan yang membangkitkan seseorang beramal.  Maka renungilah hal tersebut!!

C. Niat Bershodaqoh. 

Al Habib Muhammad bin Zein bin Sumait, salah seorang murid Al Habib Abdullah bin Alwy Al Haddad berkata dalam hal macam-macam niat bershodaqoh dan berbagai manfaatnya baik di dunia  maupun di akherat, dengan perkataaan sebagai berikut : "Sebaiknya apabila seseorang bershodaqoh ia harus berniat dengan niat-niat yang baik diantaranya :
1. Mencari Ridho Allah SWT.
2. Agar Allah merahmatinya, sebab dengan bershodaqoh, ia telah menyayangi dan merahmati salah satu hamba Allah.
3. Niat meredupkan murka Allah, apalagi di dalam shodaqoh yang dirahasiakan, seperti yang disabdakan Baginda Besar Rasulullah SAW.
4. Niat menjalankan perintah Allah SWT, dan mengikuti jejak Nabi Besar SAW, para sahabat, tabi'in dan sholihin seluruhnya.
5. Niat menghilangkan kotoran hati yaitu bakhil dengan cara mengeluarkan harta yang dimilikinya.
6. Niat mewakil kewajiban seluruh orang muslim (bershodaqoh).
7. Niat dengan shodaqoh tersebut, menyambung tali silaturahim, karena Agama Islam adalah ikatan yang menyambung seluruh orang muslim.
8. Berniat membahagiakan saudaranya yaitu muslim yang lain, serta menghilangkan kesusahannya, karena tidak ada ibadah yang lebih mulia dari pada hal tersebut.
9. Niat menghilangkan kegundahan yang terdapat pada hati orang-orang faqir.
10. Niat agar mendapatkan do'a, baik melalui perkataan, atau pebuatan orang-orang faqir, dan berharap agar do'a yang ia lakukan untuknya diijabah oleh Allah karena keluar dari hati yang ikhlas.
11. Niat mententramkan hati orang lain dengan shodaqoh tersebut, karena kebiasaan orang bila butuh sesuatu ia tidak bisa tenang dan tentram.
12. Niat agar orang-orang yang mendapat shodaqoh bisa memperbanyak dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.   Karena jika ia dituntut akan hal-hal lain ia tidak bisa tenang dalam ibadah.
13. Niat agar kelak ia bisa mendapatkan syafa'at dari orang mu'min yang ia beri shodaqoh tersebut, karena setiap mu'min mempunyai syafa'at untuk menolong yang ia kehendaki.
14. Niat menutupi aib orang faqir, agar ia kelak ditutupi aibnya oleh Allah SWT, karena Rasul bersabda : "Barang siapa yang menutup aib saudaranya sesama muslim di dunia maka ia akan ditutup aibnya oleh Allah kelak di hari kiamat.”.
15. Niat menanamkan rasa cinta dalam hati si faqir, dengan pemberiannya tersebut, sebab kecintaan kepada sesama muslim akan membuahkan manfaat di hari kiamat.
16. Niat menghilangkan penyakit-penyakit hati yang kadang terdapat dalam hati seorang faqir karena iri terhadap karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang kaya, dan hal tersebut disebabkan karena lemahnya iman dan kurangnya keyakinan kepada Sang Pemberi (Al Mannan).
17. Niat bersyukur kepada Allah dengan shodaqohnya tersebut, karena ia telah di karuniai Allah nikmat berupa kecukupan rizki dan bisa bershodaqoh, Allah berfirman : "Ikutilah keluarga Nabi Dawud dalam bersyukur kepada Allah.”.
18. Niat menunaikan kewajiban terhadap orang-orang faqir karena sebagian ulama' berkata : "Sungguh orang-orang kaya mempunyai kewajiban terhadap orang-orang faqir dalam hal harta, selain zakat.”.
19. Berniat agar hartanya ditambah oleh Allah, karena Rasulullah SAW bersabda : "Sungguh harta yang dishodaqohkan tidak akan berkurang sedikitpun, akan tetapi bertambah dan bertambah.”. Allah SWT juga berfirman : "Barangsiapa yang menghutangi Allah (dengan cara bershodaqoh dll) maka Allah akan  melipatgandakan harta tersebut dengan sebanyak-banyaknya.”. Dan harta yang engkau nafkahkan itu akan bertambah.  Seperti halnya do'a Nabi : "Ya Allah gantilah harta-harta orang yang mau berinfaq dan hancurkan harta orang-orang yang enggan bershodaqoh.”.
20. Niat membersihkan hati dari penyakit bakhil dan membersihkan hartanya dari barang-barang syubhat.
21. Niat menambal kekurangan dan kealpaan dalam mencari harta, seperti halnya sujud sahwi sebagai penambal kekurangan dalam sholat.
22. Niat mencari pahala dari Allah dan agar diampuni dosanya, sebab Rasulullah bersabda : "Shodaqoh bisa menghapus dosa seperti api membakar kayu bakar.”.
23. Niat dengan berkah shodaqoh, Allah membalas pada keturunannya dan hartanya dengan kebaikan, sebab dalam suatu hadits Rasulullah bersabda : "Seorang hamba tidak berbuat baik melainkan Allah akan berbuat baik pada keturunan setelahnya.”.
24. Niat agar Allah menolak bala' yang akan menimpanya, seperti yang disabdakan Nabi melalui lisan Sayyidina Anas RA. : "Bahwa bala' tidak akan sanggup melewati shodaqoh.”. Begitu juga Rasul SAW bersabda dalam hadist : "Sesungguhnya shodaqoh bisa menutup 70 pintu bala' dan keburukan.”. Keburukan atau penyakit (bala') pada sesuatu tidak terhitung. Misalnya, bala' dalam badan seperti sakit, dan semisalnya. Bala' dalam hati seperti ragu terhadap Allah, sombong, dengki, cinta dunia, berburuk sangka, dan selain itu dari penyakit-penyakit hati yang menghancurkan seseorang. Dan diantara macam bala'  terbesar adalah apabila seseorang di kuasai oleh manusia, hawa nafsu, syetan, kesedihan, dan segala sesuatu yang lain, dan itu semua bisa dicegah dengan shodaqoh karena Allah SWT.
25. Niat dengan shodaqoh tersebut ia bisa mencegah lisan orang faqir dari  membicarakan kejelekan dirinya.  Karena kebiasaan manusia jika ia tidak diberi, ia akan membahas orang lain.
26. Niat memberi contoh kepada orang lain, ketika ia bershodaqoh maka orang lain akan ikut shodaqoh, itu jika ia selamat dari penyakit riya'.

Ketahuilah ! jika seorang yang hendak shodaqoh kemudian ia berniat sesuai yang disebutkan diatas maka Allah pasti akan memberi pahala di setiap niat yang ia niatkan, bahkan satu niat bisa bermacam-macam pahala.  Dan ini sesuai sabda Rasulullah SAW yang berarti : "Shodaqoh satu dirham lebih baik dan lebih banyak pahalanya daripada seribu dirham, dan ingatlah karunia Allah lebih luas dari semua itu.”.  Dan dibalik niat-niat tersebut terdapat ribuan niat yang hanya diketahui oleh orang-orang yang dikhususkan oleh Allah, yang tidak bisa terhitung jumlahnya, dan sedikit yang saya paparkan dari macam-macam niat itu, semuanya adalah karunia serta anugerah Allah.  Semoga Allah memberi manfaat kepada orang yang mendapatkan taufiq untuk mengamalkannya, dan hanya Allah yang berkehendak untuk memberikan taufiq kepada hamba-hambaNya.

D. Niat Mengajarkan Ilmu dan Da'wah di jalan Allah. 

Dalam kitab Tasbitul Fuad, disebutkan : "Dari Al Habib Abdullah bin Alwy Al Haddad, mengenai niat yang seharusnya di niatkan oleh seorang yang mengajar atau belajar ilmu.”.  Beliau berkata : ”Seorang yang hendak mengajarkan ilmu atau belajar sebaiknya niat dari dalam hatinya untuk belajar dan mengajarkan ilmu, mengingat dan mengingatkan, memanfaatkan dan memberi manfaat, mengambil faedah serta memberi faedah, menyeru agar selalu berpegang teguh dengan Al Qur'an dan sunah Rasulullah SAW, mengajak pada hidayah Allah, menunjukkan kebaikan karena semata-mata mencari ridho, kedekatan, dan pahala dari Allah SWT.

Saya (Habib Zein) katakan : "Bahwasannya sebagian arifin mengatakan : "seharusnya seorang alim ketika mengajarkan ilmunya harus semata-mata mencari ridho dan karena Allah, tidak ada hal lain yang ia niatkan atau maksudkan kecuali karena Allah. Jangan karena riya' (ingin dipuji orang) atau sum'ah (ingin di dengar orang) atau untuk berhias belaka, atau rutinitas saja, begitu juga jangan sekali-kali karena mencari martabat atau kedudukan serta penghormatan dari orang lain.  Akan tetapi ia harus niat menyebarkan ilmu karena Allah, memperbanyak ulama', meminimalkan kebodohan, menonjolkan Agama Allah, menjunjung tinggi sunah Rasulullah SAW, menguatkan panji-panji Islam, membedakan halal dan haram, dan itu semua harus benar-benar ikhlas karena Allah, dengan mengharap pahala kelak di akherat, dan yakin dengan janji-janji Allah atas orang-orang yang alim dan mengamalkan ilmunya, dari pahala yang dijanjikan dan serta takut atas siksanya.”.

Begitu juga Al Imam Ghozali menyebutkan : "Bahwa, seharusnya para da'i harus menjadikan tujuan utamanya adalah mengajak manusia berpaling dari cinta dunia kepada cinta akherat, dari maksiat kepada ketaatan, dari rakus, tama' terhadap dunia kepada zuhud, dari bakhil menjadi dermawan, dari keraguan pada Allah menjadi yakin, dari lalai menjadi ingat, dan berpaling dari tertipu, kepada ketaqwaan.”.

E. Niat Membaca Sholawat Atas Nabi SAW dan Keluarganya. 

Al Habib Abdullah bin Alwy Al Haddad berkata : "Disunahkan untuk seorang yang hendak membaca sholawat atas Rasul SAW agar membaca do'a sebagai berikut, karena do'a tersebut mempunyai keutamaan yang sangat besar dan agung, yaitu :

اللهم إني نويت بصلاتي هذه على النبيّ  محبة فيه, وشوقا إليه, وتعظيما لحقه, وتشريفاله ولكونه اهلا لذلك,  فتقبلها اللهمّ بفضلك وجودك وكرمك وإحسانك, وأزل حجاب الغفلة عن قلبي, واجعلني من عبادك الصالحين. اللهم زده شرفا على شرفه الذي أوليته, وعزّا على عزّه الذي أعطيته, ونورا على نوره الذي منه خلقته وأعل مقاماته في مقامات المرسلين ودرجته في درجات النبيين. وأسألك رضاك والجنّة ورضاه يارب العالمين مع العافية الدائمة في الدين والدنيا والآخرة والموت على الكتاب والسّنة والجماعة, وكلمة الشهادة على تحقيقها من غير تبديل وتغير.واغفر لي ما ارتكبته بفضلك وإحسانك عليّ, إنك أنت التواب الرحيم. وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه والتابعين أجمعين, والحمد لله رب العالمين 

Artinya :
"Ya Allah dengan membaca shalawat atas Rasul SAW, saya niat karena cinta, rindu pada Beliau, juga sebagai wujud pengagungan dan kemuliaan untuk Beliau, karena Beliaulah yang berhak atas segalanya. Maka terimalah shalawat ini Ya Allah, dengan kemurahanmu, kedermawananmu dan kebaikanmu. Ya Allah hapuskanlah hijab hatiku dan jadikanlah aku termasuk dari hamba-hambamu yang sholeh. Ya Allah tambahkanlah kemuliaan Beliau diatas kemuliaan yang telah Engkau karuniakan kepadanya dan keluhuran yang melebihi keluhuran yang telah Engkau anugerahkan kepadanya, serta nur diatas nur yang telah Engkau hadiahkan kepadanya, dan tinggikan Ya Allah kedudukan Beliau di atas derajat para mursalin. Dan saya berharap atas ridho, dan surga Engkau, begitu juga saya berharap atas ridho Beliau Ya Rabbal 'Alamin.  Semua itu beserta kebaikan ('afiyah) yang abadi baik dalam  agama, dunia serta akherat, hingga saya bisa meninggal delam keaadaan berpegang teguh atas Al Qur'an, serta sunah Rasulullah SAW, dengan membawa kalimat syahadat, tanpa harus terganti apalagi berubah.  Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dengan kebaikan dan rahmat-Mu. Ya Allah atasku, sungguh Engkau Maha Pemberi Taubat dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”.

F. Niat Melaksanakan Perkawinan. 

Para Ahli fiqih menyebutkan, bahwasannya sunah bagi orang yang melaksanakan perkawinan agar niat menjalankan sunah Rasulullah SAW, menjaga pandangan, mendambakan keturunan yang bisa memperbanyak jumlah penduduk Islam, karena berharap mendapat kecintaan Allah dengan berusaha mendapatkan keturunan yang bisa melanjutkan generasi manusia, dan berharap kecintaan dari Baginda Besar Nabi Muhammad SAW dalam memperbanyak umatnya yang kelak  Rasul bangga dengan hal tersebut, mencari manfaat sebab do'a anak yang saleh, berharap syafa'at dari seorang anak jika ia meninggal diwaktu kecil, menjaga kehormatan istri, serta memenuhi kebutuhannya, niat mencukupi nafaqoh istri dan anak-anak. Dan semisal niat tersebut dari pada tujuan yang berlatar belakang Syariat Islam. Karena sesungguhnya nikah bisa menjadi ibadah yang sangat besar dan indah dengan niat-niat tersebut, maka akan memperoleh pahala ibadah, dan apabila ia tidak meniatkan semisal yang disebutkan itu maka nikah akan termasuk suatu yang mubah yang tidak terdapat di dalamnya pahala, seperti jika seorang nikah dengan niat semata-mata untuk bersenang-senang atau untuk mendapatkan harta dan semisalnya.

Dan di antara contoh-contoh niat ketika nikah adalah sebagai berikut.
Ia berniat dengan mengatakan :

1. Saya niat dengan perkawinan ini, karena mencintai Allah SWT, dan berusaha mendapat keturunan untuk melanjutkan regenerasi manusia.
2. Saya niat mencintai Rasulullah SAW dengan memperbanyak keturunan yang bisa menjadi kebanggaan Beliau, karena Rasulallah bersabda : "Nikahlan kalian dan perbanyaklah keturunan sebab aku akan membanggakan kalian di depan umat-umat lain kelak di hari kiamat.”.
3. Saya niat mengharap berkah dari doa yang dipanjatkan seorang anak sholeh setelahku, dan mengharap pertolongan dari anak-anak jika mereka meninggal ketika masih kecil.
4. Saya niat menjaga diri dari syetan, menghilangkan kerinduan dan kecenderungan syahwat, mencegah keburukan-keburukan, menjaga pandangan, dan mengusir was-was.
5. Saya niat menjaga kemaluan dari perbuatan terkutuk.
6. Saya niat menenangkan, membahagiakan diri dengan cara duduk bersama pasangan atau
7. Saya niat mengurangi kesusahan hati, dalam mangatur rumah, mengerjakan pekerjaan dapur, menyapu, dan membersihkan perabotan serta mempermudah fasilitas kehidupan.
8. Saya niat melatih hawa nafsu dalam hal tanggung jawab sebagai pemimpin, berusaha memenuhi  kebutuhan istri, sabar atas akhlaqnya serta menahan kejelekan dari mereka, dan berusaha memperbaiki akhlaq mereka, menunjukkan ke jalan kebaikan, mencari rizki halal demi mereka, memenuhi kewajiban mendidik anak-anak dengan berharap pertolongan dari Allah.
9. Saya niat dengan semua niat tersebut dan selainnya dari semua yang saya curahkan. 
10. Saya niat dengan perkawinan ini seperti yang telah diniatkan oleh para hamba-hamba Allah yang sholeh dan ulama' yang beramal. Ya Allah berikan taufiq kepadaku seperti halnya Engkau memberi taufiq pada mereka.  Dan tolonglah aku seperti Engkau menolong mereka.
(Disebutkan oleh Imam Idrus bin Husein Al Idrus dalam kitabnya Kawakibudduriyyah)

Begitu juga disebutkan dalam Kitab Tasbitul Fuad, dari Al Habib Abdullah bin Alwy Al Haddad, bahwa Beliau menyebutkan tentang penyakit cacar yang menimpa banyak anak-anak kecil ketika itu sehingga banyak dari mereka yang meninggal.  Beliau berkata : "Mungkin ini korban kematian, disebabkan beberapa perkara, seperti  ketidakjelasan hubungan bapak dan ibunya atau bahkan dari hasil zina, atau disebabkan tidak peduli dengan kesucian ketika bersetubuh dan tidak berdzikir ketika melaksanakannya.”.

Disebutkan dalam suatu riwayat, bahwa dahulu terjadi kematian masal yang begitu cepat di kota Mesir, sedangkan di kota tersebut ada seorang wali besar yaitu Syekh Abu Abdillah Al Qurasyi, maka Beliau berusaha untuk meredam hal tersebut dengan mengadahkan tangannya berdoa pada Allah, "Ya Allah dengan berkat para wali-wali Engkau dan rahmat-Mu angkatlah bala' musibah ini.”.  Maka seketika itu terdengar suara yang mengatakan, "Janganlah Engkau menyesali mereka-mereka yang telah mati, karena setiap orang yang telah kau saksikan telah meninggal sungguh mereka adalah anak zina.”.  Maka Syekh tersebut berkeinginan keluar dari Mesir dan menuju ke rumah Al Kholil, maka ketika Syekh sudah dekat dengan rumah tersebut, Beliau menemui dan berkatalah Syekh tersebut dengan perkataan, "Wahai Nabi Allah SWT aku tidak mengharap penghormatan darimu atas kedatanganku, demi Allah aku memohon kepadamu agar engkau  memberi syafa'at dan pertolongan untuk penduduk Mesir serta diangkat bala' yang sedang menimpa mereka.”.  Maka Al Kholil berdoa meminta safa'at kepada Allah dan dikabulkan oleh Allah, maka diangkatlah bala' tersebut.

G. Niat Bekerja (Mencari Ma'isyah Dunia). 

Ini adalah syair yang disusun oleh Al Habib Ahmad bin Umar bin Sumait yang berisi niat-niat dan tujuan yang menjadikan pekerjaan mancari harta sebagai suatu ibadah :
1. Untuk apa dan siapa? Kita mencari dunia, kalau bukan karena kita ingin membahagiakan nabi kita, Rasulullah SAW ketika kita dikumpulkan di padang mahsyar.
2. Untuk apa dan siapa? Kita memburu dunia, kalau bukan karena kita berharap memperoleh Ridho Allah dan untuk membantu Syariat Rasulullah SAW.
3. Untuk apa dan siapa? Kita mencari dunia, kalau bukan karena kita ingin menyambung tali silahturahmi dan menjauhi pertikaian.
4. Untuk apa dan siapa? Kita mencari dunia, kalau bukan karena kita menginginkan untuk membantu panji-panji Agama Islam serta menyebarluaskan Syariat Agama ini ke seluruh pelosok, bahkan seluruh penjuru dunia.
5. Buat apa dan siapa ? Kita berburu dunia, kalau bukan karena kita niat untuk mendermakan harta tersebut dalam urusan belajar dan mengajar ilmu syariat seperti membahas masalah-masalah hukum, wudhu, mandi, tayamum, hukum haid dan najasat dan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
6. Untuk apa dan siapa? Kita mencari dunia kalau bukan karena untuk membantu mereka dalam memakmurkan syiar-syiar agama baik di majlis ilmu, belajar Al Qur'an, sholat dll, dengan harta yang kita peroleh.
7. Buat apa dan siapa ? kita  mencari dunia, kalau bukan karena niat untuk memperbaiki
8. Buat apa dan siapa? Kita memburu dunia, kalau bukan karena tujuan untuk membantu mendidik anak-anak hingga mereka dewasa dan faham, mengerti tentang hukum Islam yang akan jadi jalan keselamatan mereka, dan itu semua merupakan kebanggaan yang tidak tertandingi sedikitpun.
9. Untuk apa dan siapa ? Kita mencari dunia kalau bukan karena kita ingin beramal baik dengan dunia tersebut. Karena dunia pergi dan datang sesuai kehendak Allah, maka hanya kedermawan yang bisa membuat harta tetap berarti walaupun sudah tidak ada, begitu pula kebalikannya, hanya kebakhilan yang akan menghancurkan dan membuat binasa.

Demikian bait-bait indah yang menyimpan niat-niat istimewa dalam kita bekerja mencari harta, semoga bisa bermanfaat bagi kita sekalian amin.

Dan di dalam kumpulan kalam Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir  disebutkan, "Barang siapa yang hendak mencari dunia maka ia harus menata dan memperbaiki niatnya terlebih dahulu dengan tujuan apa ia bekerja?  Karena niat jika baik maka bagaikan modal yang sangat besar.”.

Al Habib Ahmad bin Zein Al Habsy berkata : "Saya akan mencari dunia dengan 4 syarat :
1. Jika di gampangkan kepadaku jalan pekerjaan halal, hingga saya tidak terjerumus dalam syubhat bahkan haram.
2. Apabila Allah memberi taufiq kepadaku untuk mengeluarkan kewajiban-kewajiban dalam harta seperti zakat, nafakah, dll, ketika saya berhasil memperolehnya.
3. Jika saya tidak disibukkan olehnya sehingga meninggalkan perkara-perkara agama seperti Sholat Jum'at, Jamaah, Majelis Ilmu, bahkan sebaliknya harta harus membantuku untuk hal-hal tersebut.
4. Apabila Allah memberi taufiq kepadaku di dalam mentasarufkan harta tersebut sesuai dengan kewajiban.”.

H. Niat Mengurus dan Menyiapkan Jenazah. 

Al Habib Ahmad bin Zein Al Habsy berkata : "Sebaiknya jika seorang sedang mengurus jenazah ia harus niat melaksanakan kewajiban untuk mayit, membahagiakan orang-orang yang masih hidup dengan pekerjaan tersebut, itupun harus dilakukan karena Allah, bukan karena imbalan-imbalan duniawi atau yang lainnya.”.

Maka inti dari segala sesuatu adalah niatnya, tidak bisa membedakan hal duniawi atau ukhrowi melainkan dengan niat, dan perbuatan dhohir tidak bisa menjadi keputusan akan hal tersebut, duniawi atau ukhrowi.  Niat sholihah bagaikan pertolongan dari Allah, kesucian dan keikhlasan untuk Allah, dan anugerah, pemberian dari Allah.   Bukan hanya sekedar lintasan yang terdapat dalam hati belaka.

I. Niat membaca Al Qur'an, Dzikir. 

Al Habib Idrus bin Umar Al Habsy berkata : "Sebaiknya seorang yang membaca Al Qur'an atau dzikir yang bisa menghasilkan manfaat-manfaat duniawi dan menolak bala' bukan menjadi niat utama, seperti yang telah disabdakan Nabi SAW, misalnya membaca Surat Waqi'ah : "Barang siapa yang membacanya maka ia tidak akan tertimpa kemiskinan dan semisalnya.”.  Akan tetapi yang menjadi niat utama adalah dengan membaca Al Qur'an dan dzikir-dzikir tersebut semata-mata karena mengerjakan perintah Allah, dan berharap pahala Allah kelak di akherat serta niat mengibadahi Allah, maka manfaat-manfaat yang sifatnya duniawi sebagai pengikut akan tujuan ukhrowi tersebut.

Peringatan
Barang siapa yang tidak mampu niat-niat baik seperti yang telah disebutkan dan yang semisalnya maka ia boleh niat dengan mengikuti para salaf, dalam arti ia niat sesuai yang telah diniatkan oleh mereka salafussholeh.  Maka ketika ia sudah berniat sesuai kemampuannya sebaiknya ia mengatakan : "Saya niat dengan amalan ini seperti yang telah diniatkan Sayyidina Faqihil Muqoddam", contohnya, atau fulan bin fulan, dari orang-orang yang ia ketahui keluasan ilmu dan ma'rifatnya atau kemampuannya dalam hal niat, hal ini seperti yang telah di katakan oleh Al Habib Idrus bin Umar Al Habsy.

Peringatan
Al Habib Abdullah bin Alwy Al Haddad menyebutkan : "Sebaiknya seseorang berniat memberi manfaat pada dirinya sendiri dan orang lain dan orang yang datang setelahnya.  Karena sesuai dengan yang kita saksikan, bahwa kebanyakan orang yang hidup di zaman ini, mereka menempati rumah-rumah orang terdahulu dan menggunkan harta-harta mereka".  Kemudian Beliau bercerita : "Dahulu kala terdapat raja yang terkenal dengan nama Kaisar Anwasyarwan, ketika Beliau sedang berjalan-jalan  Beliau mendapati seorang kakek yang lewat usia sedang menanam pohon kurma, maka sang kaisar merasa heran dan berkata : " Wahai orang tua, mengapa Engkau tanam pohon kurma ini, sedangkan Engkau sudah umur sekian dan sudah pasti engkau tidak akan menemui pohon ini berbuah?" Maka dengan tegas ia menjawab : "Wahai Kaisar, mereka orang-orang pendahulu kita menanam untuk kita dan kita yang memakan hasil buahnya, dan sekarang kita menanam, kelak mereka (orang-orang) setelah kita akan memakan dan menikmati hasilnya!" Mendengar jawaban tersebut Sang Kaisar memerintahkan pengikutnya untuk memberi hadiah sebesar 4 dirham, kemudaian Syekh tersebut berkata : "Sungguh! pohon kurma tidak akan menghasilkan manfaat dan buah kecuali setelah 10 tahun, dan pohon kurma ini cukup butuh waktu satu jam bisa menghasilkan manfaatnya.”.  Setelah keheranan dengan jawaban yang penuh hikmah tersebut Sang Kaisar memerintahkan untuk memberi hadiah 4 dirham lagi dengan berkata : "Sungguh ia seorang ahli hikmah.”. Maka Sang Kakek menyapa, "Hai Raja, ketahuilah di mana-mana pohon kurma berbuah dalam 1 tahun hanya sekali akan tetapi pohon kurma ini mengeluarkan hasil dalam 1 hari 2 kali.”.  Setelah itu Sang Kaisar menyuruh pengikutnya untuk memberikan 4 dirham lagi, dan ini yang ketiga kalinya seraya mengatakan kepada pengikutnya : "Ayo kita cepat pergi, dari pada kita akan kehabisan uang di depan bapak tua ini.”.

Allahu a'lam bishawab..

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi   
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis ulang : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس


Shalat Isyroq.


Shalat Isyroq.

Shalat Isyraq adalah sholat yang dikerjakan pada saat matahari sudah setinggi satu tombak. shalat israq merupakan bagian dari sholat Dhuha, perbedaannya adalah dari waktu pelaksanannya. shalat isyraq dilaksanakan pada saat sesudah matahari terbit dan meninggi satu tombak, yaitu -sekitar 15 sampai 20 menit sesudah terbit- sampai matahari mendekati dipertengahan. Yang dimaksud dengan mendekati pertengahan yaitu sekitar 10 menit sebelum di pertengahan. Setelah waktu pertengahan maka dimulailah waktu untuk sholat Dhuha, yaitu pada saat matahari sudah sangat panas sampai memanaskan tanah dan pasir sehingga panasnya itu dirasakan oleh kaki anak-anak onta, ini sering disebut waktu ketika anak onta sudah kepanasan.

Keutamaan dari sholat ini adalah mendapatkan pahala haji dan umrah dengan sempurna. seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah S.A.W dalam hadist Al-Tirmidzi:

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

"Siapa yang shalat Shubuh dengan berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat,maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna." (HR. Al Tirmidzi)

Maksud dari berdzikir kepada Allah hadist ini, merujuk pada orang yang berdzikir kepada Allah di mesjid tempat orang itu sholat sampai matahari terbit atau sampai masuk waktu shalat isyraq, dan tidak berbicara apapun kecuali berdzikir dan jika orang tersebut wudhunya batal maka diperbolehkan untuk berwudhu keluar mesjid dan setelah itu langsung masuk kembali ke mesjid. Berdzikir disini mempunyai arti yang umum, dzikir disini bisa berarti membaca Al Qur’an, membaca zikir di waktu pagi, maupun zikir-zikir lain yang disyariatkan.

Kata “Isyraq” memiliki arti terbit. Dari kata ini dapat diambil kesimpulan bahwa shalat Isyraq adalah shalat yang dilakukan saat terbitnya matahari. Dalam Al-Qur’an dijelaskan:

 إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ

“Sungguh kami telah menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Nabi Daud) pada waktu petang dan pagi.” (QS. Shad: 18)

Istilah shalat Isyraq yang dilaksanakan setelah terbitnya matahari mungkin lebih asing di telinga kita jika dibandingkan dengan shalat Dhuha yang juga dilaksanakan di waktu yang sama. Namun yang menjadi pertanyaan, adakah perbedaan di antara keduanya? Atau kedua shalat tersebut hanyalah perbedaan istilah saja?

Ulama yang pertama kali mempopulerkan shalat setelah terbitnya matahari dengan sebutan shalat  Isyraq adalah Hujjatul Islam Imam Al Ghazali berdasarkan hadits:

 كان إذا أشرقت وارتفعت قام وصلى ركعتين وإذا انبسطت الشمس وكانت في ربع النهار من جانب المشرق صلى أربعا.

“Rasulullah SAW berdiri untuk shalat dua rakaat ketika matahari terbit dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari arah timur, yaitu saat seperempat siang, Rasulullah SAW kembali melakukan shalat empat rakaat” (HR. Tirmudzi)

Permulaan shalat dua rakaat yang dilakukan oleh Rasulullah pada saat matahari terbit pada hadits di atas dijadikan sebagai hujjah kesunnahan shalat Isyraq ini.

Dalam menstatuskan apakah shalat Isyraq ini merupakan shalat yang sama dengan shalat Dhuha, para ulama berbeda pendapat. Menurut Al Ghazali shalat Isyraq berbeda dengan shalat Dhuha, dalam arti shalat Isyraq adalah kesunnahan tersendiri yang tidak sama dengan kesunnahan shalat Dhuha. Namun menurut pendapat yang lain seperti Imam Hakim dalam kitab Al Mustadrak, shalat Isyraq dan shalat Dhuha adalah shalat yang sama berdasarkan hadits yang menyebutkan bahwa shalat pada waktu Isyraq disebut juga dengan shalat awwabin, sedangkan shalat awwabin merupakan nama lain dari shalat Dhuha. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Fatawa al-Fiqhiyaah al-Kubra, juz 1 hal.188)

Berpijak pada ulama yang berpandangan bahwa shalat Isyraq dan shalat Dhuha adalah shalat yang berbeda, maka niat shalat Isyraq harus dengan lafal yang berbeda dengan shalat Dhuha, yaitu dengan lafal:

 أصلي سنة الإشراق ركعتين مستقبل القبلة لله تعالى

Jumlah rakaat shalat Isyraq hanya terbatas dua rakaat saja, sesuai dengan hadits riwayat imam turmudzi di atas, sehingga saat seseorang telah melaksanakan shalat Isyraq dua rakaat, lalu ia menambahkan dua rakaat lagi dengan niat shalat Isyraq, maka shalat yang ia lakukan dihukumi tidak sah. (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 4, hal. 311).

Waktu pelaksanaan shalat Isyraq ini adalah mulai terbitnya matahari dengan ketinggian satu tombak, sama dengan awal waktu shalat Dhuha, dan berakhir saat seperempat siang yaitu saat matahari mulai menjulang tinggi. Shalat Isyraq ini juga bisa di qadha’ ketika ditinggalkan, berdasarkan ketentuan bahwa shalat Isyraq adalah Sunnah mustaqillah (kesunnahan tersendiri).

Pada saat rakaat pertama shalat Isyraq disunnahkan membaca surat Ad Dhuha, dan pada rakaat kedua disunnahkan membaca surat Al Insyirah. Lalu ketika selesai melaksanakan shalat membaca doa:

 اللّهُمّ يا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ فِي رَقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ نُوْرًا أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ، وَيَصْحَبُنِيْ فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظُلّامِ مِشْكَاتِي، وَأسْأَلُكَ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ، وَلَا يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الْوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التّمَامِ، بَلْ أَدِمْ لَهَا الِإشْرَاقَ وَالظُّهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ، وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِّلهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ، اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَانِنَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتاً أَجْمَعِيْنَ

ALLAHUMMA YAA NUURON NUURI BITh ThOURI WA KITAABIN MASThUURIN FII ROQQIN MANSyUURIN WAL BAITIL MA’MUURI, AS-ALUKA AN TARZUQONII NUURON ASTAHDII BIHI ILAIKA WA ADULLU BIHI ‘ALAIKA, WA YAShHABUNII FII HAYAATII WA BA’DAL INTIQOOLI MIN ZhULLAAMI MISyKATII, WA AS-ALUKA BISy SyAMSI WA DhUHAAHAA WA NAFSIN WA MAA SAWWAHAA, AN YA’TARIIHAA KUSUUFU QOMARIL WAAHIDIYYAH ‘INDAT TAMAAMI, BAL ADIM LAHAAL ISyROOQO WAZh ZhAHUURO ‘ALAA MAMARRIL AYYAAMI WAD DUHUURI, WA ShALLILLAHUMMA ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN KhOOTAMIL ANBIYAA-I WAL MURSALIINA WAL HAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIINA, ALLAHUMMAGhFIR LANAA WALIWALIDIINAA WALI IKhWAANINAA FILLAHI AHYAA-AN WAL AMWAATAN AJMA’IINA.

Ya Allah, Wahai Cahayanya Cahaya, dengan wasilah bukit Thur dan Kitab yang ditulis  pada lembaran yang terbuka, dan dengan wasilah Baitul Ma'mur, aku meminta kepadaMu  agar Engkau memberiku cahaya, yang dengannya aku dapat mencari petunjukMu, dan dengannya aku menunjukkan tentangMu. Dan yang terus-menerus mengiringiku dalam kehidupanku dan setelah berpindah (ke alam lain; bangkit dari kubur) dari kegelapan liang (kubur) ku. Dan aku meminta padaMu dengan wasilah matahari beserta cahayanya di pagi hari, dan kemulyaan yang wujud pada selain matahari, agar Engkau menjadikan matahari ma'rifat padaMu (yang ada padaku) bersinar menerangiku, tidak tertutup oleh mendung-mendung keraguan, tidak pula terlintasi gerhana pada rembulan kemaha-esaan dikala purnama. Tapi jadikanlah padanya selalu bersinar dan selalu tampak, seiring berjalannya hari dan tahun. Dan berikanlah rahmat ta'dzim Wahai Allah kepada junjungan kami Muhammad, sang pamungkas para nabi dan Rasul. Dan segala Puji hanya milik Allah tuhan penguasa alam. Ya Allah ampunilah kami, kedua Orang tua kami serta kepada saudara-saudara kami seagama seluruhnya, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal".

Sulthonul Qulub Al Habib Mundzir bin Fuad Al Musawa rhm. pernah di tanya masalah sholat Isyroq, beliau mengatakan :

Shalat Isyraq dan shalat lainnya yang teriwayatkan 4 rakaat, maka boleh dengan dua salam atau dengan satu salam dan satu tasyahhud, namun ulama-ulama Syafi'i melakukannya dengan dua salam.

Mengenai shalat Isyraq tak ada surat yang khusus yang diwajibkan padanya,

ada ikhtilaf mengenai shalat Dhuha, ada yang mengatakan bahwa shalat dhuha adalah shalat Isyraq, maka mereka yang berpegang pada pendapat ini tentunya boleh saja mereka shalat dhuha jam 7 pagi karena saat itu sudah masuk waktu isyraq.

waktu shalat Isyraq adalah 1 jam + 50 menit dari adzan subuh, yaitu 110 menit dari adzan subuh, berakhir jika matahari sudah terbit dengan sempurna.

saya mengambil pendapat ini, yaitu memisahkan antara Dhuha dan Isyraq, sebagaimana Guru Mulia kita melakukannya demikian.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam menstatuskan apakah shalat Dhuha dengan shalat Isyraq adalah shalat yang sama atau berbeda. Menurut pendapat yang mengatakan bahwa kedua shalat ini adalah sama maka niat shalat Isyraq juga harus sama dengan niat shalat Dhuha. Namun ketika berpijak pada ulama yang  mengatakan bahwa kedua shalat ini berbeda, maka niat shalat Isyraq berbeda dengan sholat Dhuha batas waktu shalat juga berbeda.

Wallahu a’lam.

(Referensi dari berbagai sumber)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi                                         
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.        
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Kumpulan nasehat Syeikh Dzun Nun Al Mishri rhm.


Kumpulan nasehat Syeikh Dzun Nun Al Mishri rhm.

Nasihat Dzun Nun Al Mishri kepada Yusuf AlHusayn

Siapakah orang yang harus aku jadikan teman duduk?

Hendaklah engkau bergaul dengan orang yang dengan melihatnya saja mengingatkanmu kepada Allah, kemuliaannya berkesan dalam batinmu, perkataannya menambah ilmumu, dan perbuatannya menjadikanmu zuhud di dunia. Ia tidak berbuat maksiat kepada Allah selama engkau berada di dekatnya. Ia mengajarimu dengan lisan dan perbuatannya, dan tidak dengan lisan perkataannya. Ia meninggalkan apa yang menunjukkanmu padanya, yakni bahwa ia tidak memiliki keutamaan dengannya ia mengajarimu, kerena seseorang kadang-kadang mengerjakan perbuatan baik yang dituntut keadaannya. Ia menunjukimu dengan ucapannya pada perbuatan baik yang dituntut kepadamu, tetapi pada waktu yang sama tidak dituntut keadaannya. Dengan perkataannya, ia maksudkan lisan perbuatannya, yakni perbuatan-perbuatannya yang lurus atau adil. Inilah makna firman Allah Swt: Mengapa kamu suruh orang lain melakukan kebajikan sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu kembaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS Al Baqarah 2: 44) 

Dzun-Nun berkata:

Orang berakal bukanlah orang yang pintar dalam urusan dunianya, tetapi bodoh dalam urusan akhiratnya, bukan orang yang jelek pekerti ketika harus bermurah hati, dan juga bukan orang yang bersikap sombong ketika harus merendahkan diri. Janganlah menjadi orang yang marah pada kebenaran jika dikatakan kebenaran itu kepadanya. Janganlah menjadi orang yang menjauhkan diri dari hal-hal yang disukai orang berakal. Janganlah menjadi orang yang menyedikitkan apa yang banyak dari Penciptanya dan memperbanyak yang sedikit dari apa yang disyukurinya. Janganlah menjadi orang yang menuntut keadilan dari orang lain untuk dirinya, tetapi ia sendiri tidak berlaku adil kepada orang lain. Janganlah menjadi orang yang melupakan Allah ketika harus menaati-Nya, tetapi mengingat Allah ketika berhajat kepada-Nya. Janganlah menjadi orang yang menumpuk ilmu sehingga terkenal, tetapi kemudian dipengaruhi hawa nafsunya ketika mempelajarinya. Janganlah menjadi orang yang sedikit rasa malunya kepada Allah atas keindahan hijab-Nya. Janganlah menjadi orang yang lalai bersyukur atas penampakan nikmat-Nya. Janganlah menjadi orang yang lemah dari berjihad melawan musuhnya demi keselamatannya ketika musuhnya memaksakan peperangan kepadanya. Janganlah menjadi orang yang menjadikan harga dirinya sebagai pakaiannya, tetapi tidak menjadikan adab, wara’, dan ketakwaan sebagai pakaiannya. Janganlah menjadi orang yang menjadikan ilmu dan pengetahuannya sebagai perhiasan dalam majelisnya.

Mohon ampunlah kepada Allah jika engkau terlalu banyak bicara. Jika engkau tidak menghentikannya, maka pembicaraan tidak akan terputus.

Janganlah engkau keluar dari tiga hal, yakni pandangan pada agamamu dengan keimananmu, berbekal dengan duniamu untuk akhiratmu, dan permohonan tolong kepada Tuhanmu di dalam apa yang diperintahkan-Nya kepadamu dan yang dilarang-Nya atas dirimu.

Barangsiapa memandang dan melihat-lihat aib orang lain, maka ia buta pada aib dirinya sendiri. Barangsiapa memperhatikan Firdaus dan neraka, maka dia dilalaikan dari omongan orang. Barangsiapa lari dari manusia, maka ia terhindar dari kejahatan mereka. Barangsiapa mensyukuri nikmat, maka nikmat bertambah baginya.

Nasihat Dzun-Nun kepada Ibrahim Al-Akhmimi.

Wahai Ibrahim, jagalah dariku lima hal. Jika engkau menjaganya, maka engkau tidak akan peduli kepada apa yang terjadi sesudahnya.

Rangkullah kefakiran, bersifatlah dengan kesabaran, lawanlah keinginan (syahwat), ingkari hawa nafsu, dan takutlah kepada Allah dalam segala urusanmu. Hal itu akan mewariskan kepadamu rasa syukur, kerelaan, ketakutan, pengharapan, dan kesabaran. Yang lima ini akan mewariskan kepadamu lima hal, yakni: ilmu, amal, menunaikan yang fardhu, menjauhi yang haram, dan menepati janji. Engkau tidak akan sampai pada yang lima ini kecuali dengan lima hal, yakni: ilmu yang berlimpah, makrifat yang pasti, hikmah yang berpengaruh, akal yang menembus, dan jiwa yang takut.

Celakalah semua, celaka orang yang diuji dengan, yakni: barang haram, kemaksiatan, menghias diri untuk apa yang dimurkai Allah, menghina manusia dengan apa yang ada pada dirinya. Keburukan yang paling paling jelek adalah: pegangan pada yang jelek, perbuatan yang jahat, membebani punggung dengan dosa, memata-matai manusia dengan apa yang tidak disukai Allah, dan menampakkan kepada Allah apa yang dibenci-Nya.

Kebahagiaan diperuntukkan bagi orang yang mengikhlaskan, yakni: yang mengikhlaskan ilmu dan amalnya, yang mengikhlaskan cinta dan marahnya, yang mengikhlaskan bicara dan diamnya, dan yang mengikhlaskan perkataan dan perbuatannya 

Ketahuilah wahai Ibrahim, bahwa sisi halal itu ada lima, yaitu: perniagaan dengan jujur, bekerja dengan ketulusan, perburuan di darat dan di laut, pewarisan barang yang diperoleh secara halal, dan hadiah dari tempat yang engkau relakan. Setiap kesenangan dunia ada kelebihan, kecuali lima hal: roti yang mengenyangkanmu, air yang memuaskanmu, pakaian yang menutupi tubuhmu, rumah yang meneduhimu, dan ilmu yang kau amalkan. Engkau memerlukan juga lima hal, yaitu: keikhlasan, niat baik, taufik, kesesuaian dengan kebenaran, dan makanan dan minuman yang baik.

Hal yang mengandung ketenangan, yaitu: meninggalkan teman yang jahat, kezuhudan di dunia, meninggalkan penghinaan pada hamba-hamba Allah, bahkan engkau tidak menghinakan orang yang berbuat maksiat kepada Allah. Ketika itu, gugurlah darimu lima hal, yaitu: perbantahan, perdebatan, riya’, berhias, dan mencintai kedudukan.

Terdapat lima yang di dalamnya menggabungkan tujuan, yaitu: memutuskan hubungan dengan selain Allah, meninggalkan kelezatan yang mendatangkan hisab, tidak sabar dalam menghadapi sahabat dan musuh, ketenangan, dan meninggalkan penumpukan harta. Lima hal, wahai Ibrahim, yang diharapkan seorang berilmu (‘alim), yaitu kenikmatan yang hilang, bencana yang datang, kematian yang membinasakan, fitnah yang mematikan, atau ketergelinciran kaki setelah tegaknya. Cukuplah bagimu wahai Ibrahim, engkau mengamalkan apa yang engkau telah ketahui.

Wasiat Dzun-Nun Al-Mishri kepada Kaum Muda.

Wahai pemuda, ambillah senjata celaan bagi dirimu, dan gabungkanlah dengan menolak kezaliman, maka di Hari Kemudian engkau akan memakai jubah keselamatan. Tahanlah dirimu dalam taman ketenteraman, rasakan pedihnya fardhu-fardhu keimanan, maka engkau akan memperoleh kenikmatan surga. Teguklah cawan kesabaran dan persiapkan ia untuk kefakiran hingga engkau menjadi orang yang sempurna urusannya.

“Diri mana yang mampu melakukan ini?”

Dzun-Nun menjawab, “Diri yang bersabar atas lapar, yang teringat pada jubah kezaliman, diri yang membeli akhirat dengan dunia tanpa syarat dan tanpa kecuali, dan diri yang berperisaikan kerisauan, yang menggiring kegelapan pada kejelasan. Apa pedulimu dengan diri yang menempuh lembah kegelapan, meninggalkan kegelapan lalu memiliki, memandang akhirat, melihat kefanaan, melalaikan dosa, merasa cukup dengan makanan sedikit, menundukkan pasukan nafsu, dan bersinar dalam kegelapan. Ia bercadarkan kudung berhias, dan menuju kemuliaan dalam kegelapan. Ia menginggalkan penghidupan. Inilah diri yang berkhidmat, yang mengetahui hari yang akan datang. Semua itu dengan taufik Allah yang Mahahidup dan Maha Berdiri Sendiri.” 

Wasiat Dzun-Nun kepada Saudaranya.

Kepada saudaranya, Al-Kifla, Dzun-Nun berkata, “Wahai Saudaraku, jadilah engkau orang yang selalu disifati dengan kebaikan dan jangan menjadi orang yang hanya bisa menerangkan kebaikan-kebaikan saja.” 

Sepuluh nasehat dan ilmu dari Asy Syeikh Fudhail bin Iyadh rhm.

1. Jangan tertipu dengan banyaknya orang yang tersesat.

Asy Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

 “Ikutilah jalan hidayah dan sedikitnya orang yang menitinya tidaklah membahayakanmu. Hati-hatilah dengan jalan-jalan kesesatan dan jangan terkecoh dengan banyaknya orang yang binasa di dalam kesesatan”. (Al-I’tisham, 1:60, Asy-Syathibi)

2. Carilah Kawan Sejati.

Asy Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

“Jika engkau ingin mencari kawan sejati maka lakukan hal yang membuat dia tersinggung. Jika engkau lihat orang tersebut bersikap sebagaimana mestinya maka jadikanlah dia sebagai kawan dekat. Namun kiat di atas tidak berlaku lagi di zaman ini. Kiat diatas mengandung risiko. Zaman sekarang, jika engkau melakukan hal yang membuat dia tersinggung, dia langsung berubah menjadi musuh seketika itu juga. Penyebab perubahan ini adalah orientasi hidup; orientasi hidup para ulama salaf adalah akhirat semata. Oleh karena itu, niat mereka di dalam bersaudara dan berinteraksi adalah niat yang tulus, sehingga perkawanan itu bernilai agama (akhirat) bukan dunia. Berbeda dengan kondisi sekarang, hati demikian dikuasai oleh cinta dunia”. (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 4:296, Ibnu Muflih Al-Hanbali)

3. Berdoalah untuk kebaikan penguasa.

Asy Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

“Jika aku punya doa mustajab maka doa tersebut akan kupakai untuk mendoakan penguasa.” “Mengapa demikian wahai Abu Ali?” demikian tanggapan sebagian orang. Jawaban Al-Fudhail, “Jika doa mustajab tersebut kupakai untuk diriku sendiri, aku tidak akan mendapatkan balasan. Namun, jika kupakai untuk mendoakan penguasa maka baiknya penguasa akan berdampak kebaikan bagi rakyat dan negeri”. (Hilyah Al-Auliya’, 8:91, Abu Nu’aim Al-Ashfahani)

4. Janganlah beramal karena manusia.

Asy Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

 “Meninggalkan amalan shalih karena manusia adalah riya’, Sementara itu, beramal shalih karena manusia adalah kesyirikan. Adapun ikhlas adalah jika terbebas dari kedua hal tersebut.” (Al-Adzkar An-Nawaiyyah, hlm. 7)

5, Yang paling ikhlas dan paling benar.

Asy Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah  mengomentari firman Allah Ta’ala,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Untuk menguji kalian siapakah diantara kalian yang paling baik dalan beramal.” (QS. Al-Mulk : 2)

Beliau berkata, “Yaitu amalan yang paling ikhlas dan paling benar”.
Ada yang bertanya, “Wahai Abu Ali apa yang dimaksud paling ikhlas dan paling benar?”
Al-Fudhail menjawab, “Jika amalan itu ikhlas namun tidak benar maka tidak diterima. Jika benar namun tidak ikhlas maka juga tidak diterima. Amalan yang diterima adalah yang menggabungkan antara ikhlas dan benar. Ikhlas adalah beramal karena Allah dan benar adalah sesuai sunnah”. (Majmu’ Fatawa, 3:124)

6. Tanda rendah hati.

Dari Ibrahim, “Aku bertanya kepada Al-Fudhail mengenai apa itu tawadhu’. Jawaban beliau :

 “‘Engkau tunduk dan patuh kepada kebenaran. Jika ada sebuah kebenaran yang engkau dengar dari anak kecil maka engkau menerimanya. Bahkan sebuah kebenaran yang engkau terima dari orang bodoh pun, engkau menerimanya.’ Sementara itu, ketika kutanya mengenai sabar dalam menghadapi musibah, jawaban beliau, ‘Dengan tidak menceritakannya.'” (Hilyatul Auliya’, 8:91)

7. Iman yang sempurna.

Al-Faidh bin Ishaq berkata bahwa beliau mendengar Fudhail bin ‘Iyadh berkata :

 “Seorang hamba tidak akan menggapai hakikat iman kecuali setelah menganggap musibah sebagai nikmat, nikmat sebagai musibah, tidak peduli dengan dunia yang dinikmati dan sama sekali tidak ingin mendapatkan pujian karena ibadah kepada Allah Ta’ala yang ia kerjakan.” (Hilyatul Auliya’, 8:94)

8. Harta halal yang sedikit tapi penuh berkah.

Asy Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

 “Tidak ada hiasan yang lebih baik daripada jujur dan berburu harta yang halal.” Ali putra Al Fudhail berkata, “Wahai ayahku berburu harta yang halal itu sulit.” (Al-Fudhail menasihati), “Wahai anakku, harta halal yang sedikit tapi di sisi Allah itu banyak.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 8:426)

9. Janganlah menyakiti anjing.

Sebagaimana penuturan Al-Faidh bin Ishaq, Al-Fudhail berkata,

 “Demi Allah, engkau tidak boleh menyakiti anjing atau pun babi tanpa alasan! Lantas, bagaimana lagi jika menyakiti seorang muslim!” (Siyar A’lam An-Nubala’, 8:427)

10. Ciri orang yang bertakwa.

Asy Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

 “Seseorang itu tidak akan menjadi orang yang benar-benar bertakwa kecuali manakala musuhnya pun merasa aman dari kezalimannya.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 8:427)

(Referensi dari berbagai sumber)

Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa'aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : 
https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau 
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/

Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.

Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس